Zona Mahasiswa - Pameran tunggal seniman Yos Suprapto bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" yang sedianya digelar di Galeri Nasional Indonesia pada 19 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025 batal dilaksanakan. Pembatalan dilakukan secara mendadak, hanya beberapa menit sebelum acara pembukaan pada Kamis malam (19/12/2024).
Pameran ini dijadwalkan menampilkan 30 karya seni Yos yang terinspirasi oleh isu kedaulatan pangan. Namun, perbedaan pendapat antara seniman dan kurator membuat acara ini tidak bisa berjalan sebagaimana rencana.
Pembatalan Mendadak
Galeri Nasional Indonesia menyatakan dalam siaran pers bahwa pameran ditunda karena “kendala teknis yang tidak dapat terhindarkan.” Pengumuman tersebut disampaikan hanya sekitar 10 menit sebelum acara pembukaan, ketika tamu undangan telah memenuhi area pameran.
“Dengan berat hati kami menginformasikan bahwa pembukaan pameran tunggal Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan yang sedianya akan dilaksanakan sore ini, 19 Desember 2024, terpaksa ditunda,” demikian pernyataan dari tim hubungan masyarakat Galeri Nasional.
Kurator Keberatan dengan Lima Lukisan
Pangkal masalah pembatalan ini bermula dari keberatan kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, terhadap lima lukisan karya Yos. Menurut Suwarno, beberapa karya tersebut dianggap terlalu vulgar dan tidak sesuai dengan tema kuratorial.
“Dua karya terdengar seperti makian, terlalu frontal, dan kehilangan metafora, yang sebenarnya menjadi kekuatan seni dalam menyampaikan pesan,” ujar Suwarno.
Kurator sempat mengusulkan agar dua lukisan, yakni Konoha I dan Konoha II, ditutup dengan kain hitam. Awalnya, Yos menerima keputusan ini. Namun, beberapa jam kemudian, muncul permintaan untuk menutup tiga karya lainnya. Yos menolak permintaan ini dan menganggapnya sebagai bentuk pembredelan seni.
“Kalau lima karya saya diturunkan, lebih baik saya membawa pulang semua lukisan saya,” tegas Yos.
Kurator Mundur, Galeri Nasional Menunda Pameran
Perbedaan pendapat antara Yos dan kurator terus berlangsung hingga menjelang hari pembukaan. Suwarno akhirnya memilih mundur dari posisinya sebagai kurator pameran. Hal ini mendorong Galeri Nasional untuk mengambil keputusan menunda acara demi menjaga keselarasan kuratorial.
“Dalam proses evaluasi, ada beberapa karya yang tanpa melalui kesepakatan antara seniman dan kurator. Untuk menjaga kualitas pameran, kami memutuskan menunda acara ini sambil mengupayakan komunikasi lebih lanjut,” ujar Jarot Mahendra, penanggung jawab Unit Galeri Nasional Indonesia.
Kerugian di Pihak Seniman
Keputusan mendadak ini membawa kerugian besar bagi Yos Suprapto. Ia mengaku harus menanggung biaya akomodasi bagi tamu undangan dari luar negeri yang sudah hadir untuk menyaksikan pameran.
“Saya sudah keluar biaya puluhan juta untuk mengakomodasi tamu. Galeri Nasional harus bertanggung jawab atas kerugian yang saya alami,” kata Yos.
Ia memberikan batas waktu kepada pihak Galeri Nasional untuk memberikan solusi hingga Jumat (20/12/2024). Jika tidak ada perubahan signifikan, Yos menyatakan akan menarik seluruh karyanya dan membawa pulang semuanya ke Yogyakarta.
Tanggapan Publik dan Tokoh Seni
Pembatalan ini memicu berbagai reaksi dari publik dan tokoh seni. Eros Djarot, salah satu tamu yang hadir, menyayangkan keputusan Galeri Nasional.
“Saya rasa ini adalah ekspresi ketakutan yang berlebihan dari kurator. Seni seharusnya menjadi ruang kebebasan berekspresi, bukan dibatasi,” ujar Eros.
Di sisi lain, Suwarno menegaskan bahwa ia hanya berusaha menjaga kesesuaian tema pameran. “Tugas kurator adalah memastikan karya-karya yang dipamerkan sesuai dengan tema yang disepakati. Pendapat kurator seharusnya dihormati,” jelas Suwarno.
Pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Batal di Gelar Gegara Kurator Menilai Lukisan Mirip Jokowi Terlalu Vulgar
Hingga kini, belum ada kepastian apakah pameran Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan akan dilanjutkan di masa mendatang. Namun, kasus ini telah memunculkan perdebatan mengenai kebebasan berekspresi dalam seni dan batasan kuratorial.
Yos tetap berharap karyanya bisa diapresiasi tanpa adanya pembatasan. “Kalau seni harus selalu dibatasi, lalu di mana letak kebebasannya?” pungkas Yos.
Baca juga: Skandal Dosen Makassar 1 Bulan Terakhir, Terjerat Pelecehan Seksual dan Pencetakan Uang Palsu
Komentar
0