Berita

Cho Yong Gi, Mahasiswa Filsafat UI Tiba-tiba Ditangkap dan Jadi Tersangka Padahal sedang Jadi Paramedis di Demo Buruh

Muhammad Fatich Nur Fadli 04 Juni 2025 | 09:27:07

Zona Mahasiswa - Di tengah semangat memperjuangkan hak buruh dalam aksi Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025, publik dikejutkan dengan kabar penangkapan mahasiswa Universitas Indonesia, Cho Yong Gi. Bukan karena melakukan kekerasan atau membawa senjata tajam, tapi karena ia menjalankan tugas sebagai tenaga medis dalam aksi damai di depan Gedung DPR RI.

Baca juga: Begini Fakta Mahasiswa Unila yang Meninggal setelah Ikuti Diksar, Diduga Disiksa Senior sampai Terpaksa Minum Spiritus

Penetapan Cho sebagai tersangka memantik perdebatan luas di media sosial, komunitas kampus, dan ruang publik. Banyak pihak mempertanyakan: bagaimana bisa seseorang yang datang dengan atribut medis, dengan misi kemanusiaan, justru dikriminalisasi? Mari kita kupas tuntas.

Siapa Cho Yong Gi?

Cho Yong Gi adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Filsafat di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Di lingkungan kampus, ia dikenal aktif dalam kegiatan kemanusiaan, terlibat di berbagai kegiatan sosial dan advokasi, serta merupakan bagian dari jaringan relawan paramedis kampus yang biasa turun ketika ada aksi atau demonstrasi besar.

Saat demo May Day, ia menjadi bagian dari tim medis independen yang bertugas memberikan pertolongan pertama kepada peserta aksi jika terjadi luka-luka atau pingsan karena panas.

Kejadian yang Mengubah Segalanya

Pada tanggal 1 Mei 2025, Cho bersama beberapa rekan paramedis sudah bersiap sejak pagi untuk bertugas. Mereka mengenakan rompi bertuliskan 'Medis', membawa tas pertolongan pertama, dan tidak membawa atribut politik apa pun.

Namun sebelum aksi dimulai secara resmi, kericuhan kecil terjadi antara aparat dan massa. Di tengah kekacauan tersebut, Cho ditangkap bersama 13 orang lainnya. Yang mencengangkan, 4 di antaranya adalah petugas medis seperti Cho.

Pasal yang Dikenakan

Cho dan rekan-rekannya dijerat Pasal 212 KUHP (melawan aparat), Pasal 216 KUHP (tidak menuruti perintah), dan Pasal 218 KUHP (penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden). Tuduhan ini membuat banyak pihak terkejut.

Bagaimana bisa seorang paramedis melawan aparat? Apa yang dimaksud tidak menuruti perintah? Dan jika ia hanya sedang bertugas sebagai medis, dari mana datangnya penghinaan kepada Presiden atau Wapres?

Sayangnya, Polda Metro Jaya tidak memberikan penjelasan detail mengenai kronologi dan bukti keterlibatan Cho. Permintaan penghentian penyidikan dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) pun tidak ditanggapi.

Dukungan dari Kampus dan Akademisi

Melihat anak didiknya dikriminalisasi, dua dosen dari UI langsung turun tangan. Ketua Program Studi Ilmu Filsafat, Ikhaputri Widiantini, serta seorang dosen pengajar, mendampingi Cho dalam proses pemeriksaan. Mereka menyatakan bahwa tindakan Cho bukan pelanggaran hukum, tapi justru bentuk pengamalan nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial.

"Tindakan Cho adalah bagian dari hak warga negara untuk membantu sesama. Ia tidak membawa senjata, tidak berteriak-teriak, tidak membawa spanduk. Yang ia bawa hanya kotak P3K dan niat baik," tegas Ikhaputri.

Respon Netizen dan Komunitas Mahasiswa

Tagar #BebaskanChoYongGi langsung viral di media sosial. Mahasiswa dari berbagai kampus menyuarakan solidaritas. Petisi online untuk menghentikan kriminalisasi terhadap petugas medis sudah ditandatangani puluhan ribu orang dalam waktu 48 jam.

Perspektif Hukum: Kriminalisasi Ruang Sipil?

Koalisi advokasi menyebut kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi ruang sipil. Dalam banyak aksi damai di negara demokratis, kehadiran paramedis dianggap vital, bahkan dilindungi oleh hukum. Mereka bukan peserta aksi dalam artian politik, tapi relawan kemanusiaan.

Pengacara dari Tim Advokasi untuk Demokrasi mengatakan, “Penangkapan Cho adalah bentuk nyata dari penyempitan ruang demokrasi. Tidak ada alasan hukum yang masuk akal untuk menjadikan paramedis sebagai tersangka. Ini preseden buruk bagi penegakan hukum.”

Efek Psikologis dan Sosial bagi Mahasiswa

Kasus ini tidak hanya berdampak pada Cho, tapi juga mengguncang rasa aman komunitas mahasiswa. Banyak mahasiswa jadi takut untuk aktif di kegiatan sosial karena khawatir dikriminalisasi. Padahal keterlibatan mahasiswa dalam aksi sosial adalah bagian dari pembelajaran dan kontribusi nyata terhadap masyarakat.

Dari sisi psikologis, keluarga Cho juga mengaku tertekan. Mereka menganggap keputusan polisi tidak adil dan berharap anaknya dibebaskan dengan segera.

Bukan Kasus Pertama

Sayangnya, ini bukan kali pertama petugas medis ditangkap saat demo. Dalam beberapa aksi sebelumnya, seperti demo Omnibus Law 2020 dan demo Reformasi Dikorupsi 2019, sejumlah paramedis juga mengalami intimidasi dan penahanan.

Padahal, peran mereka di lapangan justru menyelamatkan nyawa. Mereka membantu peserta aksi, bahkan kadang membantu aparat yang terluka.

Apa Kata Mahasiswa UI?

Mahasiswa UI melalui BEM dan berbagai organisasi kampus telah menyuarakan protes keras. Mereka mendesak pihak rektorat untuk ikut serta mendampingi kasus ini dan memberikan perlindungan hukum.

“Kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan hanya soal Cho, tapi soal hak semua mahasiswa untuk aman dalam beraktivitas sosial,” ujar salah satu aktivis kampus.

Momen Introspeksi Negara

Kasus Cho Yong Gi adalah alarm keras bagi demokrasi Indonesia. Jika mahasiswa dengan niat baik saja bisa ditangkap, bagaimana nasib warga sipil lain yang ingin berkontribusi secara sukarela?

Negara harus segera merespons tuntutan masyarakat, menjamin ruang demokrasi, dan berhenti mengkriminalisasi aktivitas kemanusiaan. Ini bukan soal politik, tapi soal keadilan dan kemanusiaan.

Cho Yong Gi, Mahasiswa Filsafat UI Tiba-tiba Ditangkap dan Jadi Tersangka Padahal sedang Jadi Paramedis di Demo Buruh

Hingga kini, kasus Cho masih bergulir. Namun yang jelas, publik makin sadar bahwa demokrasi harus dijaga bersama. Tidak bisa dibiarkan negara sewenang-wenang pada warganya yang hanya ingin membantu sesama.

Cho Yong Gi mungkin satu dari ribuan mahasiswa yang peduli. Tapi saat ia dikriminalisasi, semua mahasiswa merasa diserang. Solidaritas terhadap Cho adalah simbol bahwa nilai-nilai kemanusiaan tidak boleh mati, bahkan dalam tekanan.

Baca juga: Anggota DPR Geram dengan Pelayanan BPJS di RS, Pasien Opname Belum Sembuh Sudah Dipaksa Pulang

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150