
Zona Mahasiswa - Kholid Miqdar, seorang nelayan asal Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, menjadi sorotan publik setelah dengan lantang menyuarakan penolakan terhadap proyek reklamasi PIK 2 yang direncanakan di wilayah Provinsi Banten.
Baca juga: Pembangunan IKN Terancam Mangkrak! Anggaran Tahun 2025 Diblokir Presiden, Begini Faktanya
Dalam orasinya, Kholid menegaskan bahwa masyarakat nelayan tidak menolak pembangunan, namun menolak proyek yang berpotensi merusak lingkungan dan mata pencaharian mereka.
Proyek reklamasi selalu menjadi perdebatan panas di Indonesia. Kali ini, sorotan tertuju pada proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang direncanakan di wilayah Provinsi Banten. Seorang nelayan asal Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten, Kholid Miqdar, muncul sebagai sosok yang berani menyuarakan penolakan terhadap proyek tersebut. Dalam orasinya, Kholid menegaskan bahwa nelayan tidak menolak pembangunan, tetapi mereka menolak proyek yang berpotensi merusak lingkungan dan menghancurkan mata pencaharian mereka.
Mengapa Nelayan Menolak Reklamasi PIK 2?
Bagi masyarakat pesisir, laut bukan sekadar hamparan air asin, tetapi sumber kehidupan. Reklamasi yang dilakukan tanpa mempertimbangkan ekosistem bisa berdampak fatal bagi nelayan.
Kholid dan para nelayan lainnya khawatir bahwa proyek reklamasi PIK 2 akan menimbulkan dampak negatif seperti:
- Kerusakan Ekosistem Laut – Reklamasi bisa merusak terumbu karang dan habitat ikan, sehingga populasi ikan menurun drastis. Ini jelas berdampak pada hasil tangkapan nelayan.
- Pendangkalan Laut – Proses reklamasi biasanya melibatkan penimbunan laut dengan pasir. Akibatnya, arus laut berubah dan bisa menyebabkan pendangkalan, sehingga kapal-kapal nelayan kesulitan berlayar.
- Ancaman Banjir Rob – Reklamasi sering dikaitkan dengan meningkatnya risiko banjir rob (banjir air laut pasang). Jika daratan bertambah akibat reklamasi, air laut yang terdesak bisa naik ke pemukiman warga.
- Hilangnya Mata Pencaharian – Jika laut sudah tidak lagi produktif, para nelayan harus mencari pekerjaan lain. Padahal, banyak dari mereka sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup pada hasil laut.
Suara Lantang Kholid Miqdar
Dalam berbagai kesempatan, Kholid Miqdar dengan tegas menyuarakan kekhawatiran nelayan. Ia menegaskan bahwa masyarakat pesisir bukan anti-pembangunan, tetapi mereka ingin pembangunan yang tidak mengorbankan ekosistem dan masa depan anak cucu mereka.
“Kami bukan menolak pembangunan. Kami hanya ingin reklamasi ini dikaji ulang dan dipertimbangkan dampaknya bagi lingkungan dan nelayan kecil seperti kami,” ujar Kholid dalam salah satu aksi demonstrasi.
Respons Pemerintah dan Pengembang
Hingga saat ini, pemerintah daerah dan pihak pengembang proyek PIK 2 belum memberikan respons konkret terkait tuntutan para nelayan. Namun, proyek ini terus menjadi perdebatan di kalangan aktivis lingkungan dan pemerhati kelautan.
Sebagian pihak berpendapat bahwa reklamasi dapat memberikan manfaat ekonomi, seperti pengembangan kawasan bisnis dan perumahan mewah. Namun, di sisi lain, dampak ekologisnya tidak bisa diabaikan.
Dukungan dari Aktivis Lingkungan
Tidak hanya nelayan, aktivis lingkungan juga ikut bersuara dalam polemik ini. Mereka menegaskan bahwa reklamasi yang tidak terencana dengan baik bisa berdampak jangka panjang, mulai dari hilangnya keanekaragaman hayati laut hingga mempercepat pemanasan global.
Beberapa organisasi lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Greenpeace Indonesia turut menyatakan keprihatinan mereka terhadap proyek ini. Mereka mendorong adanya kajian lebih lanjut sebelum proyek berjalan.
“Kami mendukung suara nelayan dan masyarakat pesisir yang terdampak langsung. Reklamasi tidak bisa hanya melihat sisi ekonomi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan,” ujar perwakilan WALHI dalam konferensi pers.
Orasi Kholid Miqdar Bakar Semangat Masyarakat: Jepang Dulu Jajah Kita, Juga Membangun…
Perjuangan nelayan Serang, khususnya Kholid Miqdar, dalam menolak reklamasi PIK 2 adalah bentuk perlawanan demi keberlanjutan lingkungan dan mata pencaharian mereka. Pembangunan yang baik seharusnya tidak mengorbankan ekosistem dan kehidupan masyarakat kecil. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk duduk bersama, membahas solusi yang tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga menjaga keseimbangan alam dan kesejahteraan nelayan.
Akankah suara Kholid Miqdar dan nelayan lainnya didengar? Ataukah proyek ini akan tetap berjalan tanpa mempertimbangkan dampaknya? Kita tunggu saja perkembangannya.
Komentar
0