
Zona Mahasiswa - Dunia kembali dihebohkan dengan praktik perbudakan modern yang melibatkan ratusan wanita. Kali ini, tiga wanita asal Thailand mengungkap kisah tragis mereka setelah menjadi korban eksploitasi sebagai "budak sel telur" oleh gangster China di Georgia.
Mereka mengaku telah mengalami perlakuan tak manusiawi selama lebih dari enam bulan, diperlakukan layaknya hewan ternak demi kepentingan bisnis gelap yang beroperasi di bawah kedok program ibu pengganti.
Modus Penipuan: Tawaran Pekerjaan di Facebook
Kasus ini pertama kali terungkap pada akhir Januari 2025, ketika tiga wanita Thailand melaporkan pengalaman mereka setelah berhasil melarikan diri. Awalnya, mereka tertarik dengan tawaran pekerjaan yang beredar di Facebook, yang menjanjikan bayaran besar, yaitu sekitar 11.500 hingga 17.000 euro, bagi mereka yang bersedia menjadi ibu pengganti bagi pasangan di Georgia yang tidak bisa memiliki anak.
Pada Agustus 2024, mereka bersama 10 wanita Thailand lainnya berangkat ke Georgia dengan biaya perjalanan dan pengurusan paspor yang sepenuhnya ditanggung oleh organisasi yang menawarkan pekerjaan tersebut. Mereka didampingi oleh seorang wanita yang mengaku sebagai karyawan dari organisasi tersebut. Namun, setibanya di Georgia, mimpi mereka berubah menjadi mimpi buruk yang tak terduga.
Disekap dan Dipaksa Menjadi Budak Sel Telur
Alih-alih mendapatkan pekerjaan sebagai ibu pengganti, mereka justru ditempatkan di sebuah rumah besar yang dihuni oleh sekitar 100 wanita lainnya, sebagian besar berasal dari Thailand. Mereka kemudian menyadari bahwa tidak ada kontrak resmi terkait ibu pengganti, dan tujuan utama mereka di tempat tersebut hanyalah sebagai "mesin produksi" sel telur.
Menurut pengakuan korban yang dilansir oleh Reuters, para wanita ini diberikan suntikan hormon untuk merangsang produksi sel telur mereka. Setiap bulan, mereka dipaksa menjalani prosedur pengangkatan sel telur yang menyakitkan tanpa mendapat perawatan medis yang layak. Salah satu korban bahkan mengaku bahwa ada wanita yang tidak mendapatkan kompensasi apa pun atas sel telur mereka yang diambil.
"Setelah kami mendapatkan informasi ini, kami menjadi takut. Kami mencoba menghubungi orang-orang di rumah," ujar salah satu korban. Namun, upaya mereka untuk melarikan diri tidaklah mudah. Pemilik bisnis gelap ini menetapkan aturan bahwa jika ada yang ingin keluar, mereka harus membayar tebusan sebesar 2.000 euro.
Dijual untuk Program Bayi Tabung
Setelah berhasil melarikan diri dan memberikan kesaksian, diketahui bahwa sel telur yang diambil dari para korban kemudian dijual dan diperdagangkan ke berbagai negara untuk digunakan dalam program fertilisasi in-vitro (IVF). Praktik ilegal ini dilakukan secara terselubung, tanpa adanya regulasi yang jelas mengenai perlindungan bagi wanita yang menjadi donor sel telur.
Pavena Hongsakula, pendiri yayasan Thailand untuk anak-anak dan wanita, yang turut mendampingi para korban, mengungkapkan bahwa mereka telah bekerja sama dengan Interpol untuk membebaskan tiga wanita yang menjadi korban. Yayasan ini bahkan harus membayar uang tebusan demi membebaskan para wanita tersebut.
Namun, hingga kini masih belum diketahui berapa banyak wanita yang masih ditahan di tempat tersebut. Pavena juga menambahkan bahwa ada kemungkinan jumlah korban lebih banyak dari yang diperkirakan. "Ini bukan hanya kasus yang melibatkan segelintir wanita. Kami menduga ada jaringan besar di balik praktik ini," ujar Pavena.
Penyelidikan oleh Interpol dan Pihak Berwenang
Kasus ini telah menarik perhatian dunia internasional, mendorong pihak berwenang Thailand dan Interpol untuk meluncurkan penyelidikan lebih lanjut. Kepolisian Thailand mengatakan bahwa mereka sedang menelusuri jaringan ini untuk menemukan lebih banyak korban dan mengungkap siapa saja dalang di balik bisnis ilegal ini.
Seorang juru bicara kepolisian Thailand mengungkapkan bahwa kemungkinan akan ada lebih banyak operasi penyelamatan yang dilakukan seiring dengan perkembangan penyelidikan ini. "Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan bekerja sama dengan otoritas internasional untuk membongkar jaringan ini dan menyelamatkan korban-korban lainnya," tegasnya.
Perbudakan Modern yang Masih Marak
Kasus ini sekali lagi membuktikan bahwa perbudakan modern masih marak terjadi, bahkan di era yang sudah maju seperti sekarang. Banyak wanita dari negara berkembang yang menjadi korban eksploitasi dengan berbagai modus, mulai dari perdagangan manusia, prostitusi, hingga eksploitasi sel telur seperti yang terjadi di Georgia.
Menurut organisasi hak asasi manusia, praktik semacam ini sering kali terjadi di bawah radar, karena melibatkan jaringan kriminal yang terorganisir dengan baik. Mereka memanfaatkan kondisi ekonomi dan sosial wanita dari negara berkembang, menjebak mereka dengan tawaran pekerjaan menggiurkan, dan kemudian mengeksploitasi mereka secara brutal.
Ngeri! Ratusan Wanita Dijadikan Budak Sel Telur Oleh Gangster China, Diperlakukan Seperti Hewan Ternak
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa perbudakan modern masih ada dan bisa terjadi kepada siapa saja. Oleh karena itu, kita semua harus lebih waspada dan peduli terhadap kasus-kasus eksploitasi yang mungkin terjadi di sekitar kita. Semoga pihak berwenang bisa segera menyelamatkan korban yang masih terjebak dan menangkap para pelaku yang bertanggung jawab atas kejahatan keji ini.
Baca juga: Orasi Kholid Miqdar Bakar Semangat Masyarakat: Jepang Dulu Jajah Kita, Juga Membangun…
Komentar
0