Berita

Marshanda: Bukan Perceraian yang Merusak Jiwa Anak, Tapi... 

Muhammad Fatich Nur Fadli 16 Oktober 2024 | 13:34:36

Zona Mahasiswa - Marshanda menilai tidak tepat apabila pasangan suami istri mempertahankan rumah tangga mereka hanya karena memprioritaskan kepentingan anak. 

Mau bercerai atau tetap melanjutkan bahtera rumah tangga, katanya, seharusnya berdasarkan cinta dan perasaan dari sejoli.

Baca juga: Ngeri! Sampai Disebut Sebagai P Diddy Indonesia Abi Sudirman, Pimpinan Panti Asuhan di Tangerang Terbukti Lecehkan Puluhan Anak Asuhnya

Marshanda menduga anak akan tertekan secara mental apabila kelak setelah dia besar orang tuanya tiba-tiba bilang sengaja mempertahankan pernikahan demi si anak.

Apalagi anak itu tidak pernah meminta dilahirkan ke dunia.

"Yang merusak jiwa anak bukan perc3ra!an. Yang merusak jiwa anak adalah ketika bapak ibunya saling menjatuhkan satu sama lain dan anaknya tahu, dengar, dan melihat," ujar Marshanda dalam podcast Denny Sumargo.

Belakangan ini, topik perceraian selalu jadi perbincangan yang hangat, apalagi ketika membahas bagaimana perceraian mempengaruhi anak-anak. Banyak yang percaya bahwa mempertahankan rumah tangga demi anak adalah solusi terbaik, meskipun hubungan antara pasangan suami istri sudah tidak harmonis. Namun, Marshanda, seorang artis dan figur publik yang sering membagikan pandangannya secara terbuka, justru memiliki pendapat yang berbeda. Dalam podcast bersama Denny Sumargo, Marshanda mengungkapkan pendapatnya yang cukup kontroversial mengenai topik ini.

Menurut Marshanda, mempertahankan rumah tangga hanya demi anak sebenarnya bisa berdampak buruk bagi perkembangan mental si anak. Dalam artikel ini, kita akan membahas pandangan Marshanda dan mengapa pandangannya mungkin relevan bagi banyak pasangan yang berada di situasi serupa.

Cinta dan Perasaan Pasangan Seharusnya Jadi Prioritas Utama

Marshanda menekankan bahwa keputusan untuk tetap bersama atau bercerai seharusnya didasarkan pada cinta dan perasaan antara suami dan istri, bukan semata-mata karena kepentingan anak. Banyak pasangan yang mungkin merasa bahwa pernikahan mereka harus terus berlanjut meskipun hubungan tersebut sudah tidak sehat atau bahkan menyakitkan, hanya karena mereka ingin "melindungi" anak dari dampak perceraian. Namun, Marshanda berpendapat bahwa keputusan seperti ini justru bisa membuat anak merasa tertekan secara mental di kemudian hari.

Menurut Marshanda, pernikahan yang dipaksakan hanya karena alasan anak justru bisa berbalik menyakiti anak itu sendiri. Ketika anak tumbuh dewasa dan mengetahui bahwa orang tuanya hanya mempertahankan hubungan demi dirinya, hal itu bisa meninggalkan luka emosional yang mendalam. Anak mungkin merasa bersalah atau merasa menjadi beban bagi kedua orang tuanya, sesuatu yang jelas tidak sehat bagi perkembangan mental anak tersebut.

Anak Tidak Pernah Meminta Dilahirkan

Salah satu poin yang disampaikan Marshanda adalah bahwa anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia ini. Ini adalah kalimat yang mungkin terdengar sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam. Ketika seorang anak lahir, dia tidak memiliki kontrol atau pilihan atas situasi keluarganya. Orang tuanya yang memutuskan untuk menikah, memutuskan untuk memiliki anak, dan membesarkannya. Oleh karena itu, memaksakan pernikahan yang tidak sehat demi anak justru bisa menjadi beban emosional yang tidak adil bagi si anak.

Anak-anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang sehat, penuh cinta, dan dukungan, bukan dalam rumah tangga yang penuh dengan ketegangan dan pertikaian. Marshanda mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika pasangan suami istri terus bertahan dalam pernikahan yang sudah rusak hanya karena anak, hal itu akan meninggalkan dampak negatif pada perkembangan mental dan emosional anak di kemudian hari.

Pertengkaran Orang Tua Bisa Merusak Jiwa Anak

Marshanda secara tegas mengatakan bahwa perceraian bukanlah penyebab utama rusaknya jiwa anak. Yang justru lebih merusak adalah ketika anak harus menyaksikan orang tuanya terus bertengkar, saling menjatuhkan, dan hidup dalam hubungan yang tidak sehat. Anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini akan merasakan tekanan emosional yang luar biasa. Mereka mungkin merasa cemas, takut, dan tidak nyaman di rumah sendiri.

Hal ini sejalan dengan penelitian psikologi yang menyatakan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan rumah tangga yang penuh konflik lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan masalah perilaku. Melihat orang tua mereka terus bertengkar bisa membuat anak merasa tidak aman, bingung, dan bahkan merasa bersalah atas masalah yang terjadi.

Menurut Marshanda, perceraian tidak selalu menjadi pilihan yang buruk. Dalam beberapa kasus, perceraian justru bisa menjadi solusi terbaik untuk memberikan lingkungan yang lebih sehat bagi anak. Lebih baik anak tumbuh dengan melihat orang tuanya bahagia meski terpisah, daripada harus menyaksikan pertengkaran yang tak berkesudahan setiap harinya.

Mengutamakan Kebahagiaan dan Kesehatan Mental Orang Tua

Marshanda juga menekankan pentingnya kesehatan mental orang tua dalam menjaga kesejahteraan anak. Jika orang tua hidup dalam hubungan yang penuh tekanan dan ketidakbahagiaan, hal itu akan mempengaruhi bagaimana mereka berinteraksi dengan anak mereka. Orang tua yang stres atau tidak bahagia mungkin tidak bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan anak.

Oleh karena itu, keputusan untuk bercerai atau tetap bersama seharusnya didasarkan pada kebahagiaan dan kesehatan mental pasangan suami istri itu sendiri. Jika mereka merasa bahwa hubungan mereka tidak bisa lagi diperbaiki dan lebih baik berpisah, maka keputusan tersebut mungkin adalah yang terbaik, baik bagi mereka maupun bagi anak-anak mereka.

Perceraian Bukan Akhir dari Segalanya

Seringkali, perceraian dianggap sebagai kegagalan atau akhir dari kebahagiaan keluarga. Namun, Marshanda memberikan sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, perceraian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bisa menjadi awal baru yang lebih baik, baik bagi pasangan yang bercerai maupun bagi anak-anak mereka. Setelah perceraian, orang tua bisa memulai hidup baru yang lebih tenang, damai, dan bebas dari konflik yang terus-menerus.

Anak-anak mungkin membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan ini, namun jika orang tua tetap memberikan kasih sayang dan dukungan yang penuh, anak-anak akan bisa melewati masa sulit ini dengan baik. Yang paling penting adalah bagaimana orang tua menjaga komunikasi yang baik dengan anak dan tetap hadir untuk mereka, meskipun sudah tidak lagi bersama sebagai pasangan.

Kebahagiaan Orang Tua adalah Kunci Kebahagiaan Anak

Pada akhirnya, pesan yang disampaikan Marshanda adalah bahwa kebahagiaan orang tua adalah kunci bagi kebahagiaan anak. Pertahankan pernikahan bukan karena terpaksa demi anak, melainkan karena ada cinta dan komitmen yang kuat di antara suami dan istri. Jika hubungan tersebut sudah tidak bisa dipertahankan lagi, perceraian bisa menjadi solusi terbaik untuk memberikan lingkungan yang lebih sehat dan damai bagi semua pihak.

Marshanda: Bukan Perceraian yang Merusak Jiwa Anak, Tapi...

Anak-anak membutuhkan cinta, perhatian, dan dukungan dari kedua orang tuanya, terlepas dari apakah mereka masih bersama atau tidak. Yang paling penting adalah menjaga komunikasi yang baik dan menghindari pertengkaran yang bisa merusak mental anak. Dengan cara ini, anak bisa tumbuh dengan sehat secara mental dan emosional, meskipun orang tuanya tidak lagi hidup bersama.

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.

Baca juga: Kisah Pilu Esa Siswa Blitar yang Minta Tolong ke Polisi Buat Antar Les, Ternyata Diusir Ibu Tirinya Gegara Lebih Pintar dari Anaknya

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150