Berita

Mahasiswa Sandra Intel Polisi yang Menyusup Aksi Buruh 'May Day' Semarang 

Muhammad Fatich Nur Fadli 03 Mei 2025 | 09:39:33

Zona Mahasiswa - Aksi peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei 2025 di Semarang mendadak jadi sorotan nasional. Bukan hanya karena semangat perjuangan buruh dan mahasiswa yang turun ke jalan, tetapi karena kehadiran seorang intel polisi bernama Brigadir Eka (alias Yanto) yang ditangkap oleh massa aksi. Kejadian ini bukan hanya bikin heboh sosial media, tapi juga memunculkan pro dan kontra dari berbagai pihak.

Baca juga: Kritik Maraknya Korupsi di Indonesia Siswa SMSR Jogja Bersuara Lewat Karya

Kronologi Kejadian: Dari Aksi Damai ke Kekacauan

Awalnya, aksi unjuk rasa diadakan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah dan DPRD Jateng. Massa buruh dan mahasiswa bergabung dalam satu suara menuntut keadilan perburuhan. Namun, seperti yang sering terjadi, suasana damai berubah menjadi panas. Kepolisian melakukan pembubaran paksa, dan kericuhan pun terjadi. Peserta aksi terpaksa mundur dan mencari perlindungan ke dalam Kampus Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan, tepatnya di area auditorium lama.

Di tengah kekacauan, mahasiswa mencurigai seorang pria berpenampilan mencolok—berkumis dan berjenggot, memakai baju hitam—yang ternyata adalah intel kepolisian. Pria ini akhirnya diamankan oleh massa mahasiswa. Saat diinterogasi, ia mengaku bernama Yanto dan merupakan anggota kepolisian berpangkat brigadir. Namun, ia tidak menyebutkan dari kesatuan mana dirinya berasal. Belakangan, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pria tersebut berinisial EZ, anggota intel dari Polda Jawa Tengah.

Mahasiswa Jadi Tameng, Intel Jadi Tumbal Negosiasi?

Kehadiran intel di tengah massa aksi langsung dianggap sebagai bentuk penyusupan. Mahasiswa mengamankan sang intel sebagai respons atas penangkapan terhadap sekitar 12 orang peserta aksi oleh pihak kepolisian. Sang intel pun dijadikan semacam alat negosiasi agar kawan-kawan mereka yang ditahan segera dibebaskan.

Tindakan ini menjadi kontroversial. Beberapa orang menilai bahwa itu adalah strategi yang "pintar dan spontan" dalam kondisi terdesak. Namun di sisi lain, banyak juga yang menganggap bahwa mahasiswa telah melakukan tindakan melanggar hukum dengan menahan seseorang tanpa dasar hukum.

Respon IPW: Menyandera Itu Pidana!

Indonesia Police Watch (IPW) melalui ketuanya, Sugeng Teguh Santoso, menyayangkan aksi mahasiswa tersebut. Dalam pernyataannya kepada wartawan, ia menegaskan bahwa siapapun yang menyandera atau mengekang kebebasan seseorang tanpa dasar hukum bisa diproses secara pidana.

“Menyandera seseorang berarti mengekang kebebasannya. Itu perbuatan yang dilarang. Siapapun, termasuk mahasiswa, tidak berwenang melakukan itu tanpa dasar hukum,” ujar Sugeng pada Jumat, 2 Mei 2025.

Ia juga meminta agar aparat penegak hukum tetap profesional dan tidak memperkeruh suasana dengan provokasi atau tindakan represif.

Netizen dan Media Sosial: Pro Kontra Mencuat

Video penangkapan sang intel langsung viral di media sosial. Banyak warganet menyuarakan dukungan kepada mahasiswa yang dianggap berani dan peka terhadap situasi. Mereka menilai bahwa penyusupan dalam aksi damai merupakan bentuk intimidasi terhadap kebebasan berekspresi.

Namun, ada juga yang mengkritik keras tindakan mahasiswa. Mereka menilai bahwa tindakan itu bisa berbuntut hukum panjang dan memperburuk citra gerakan mahasiswa.

"Kalau benar itu intel, biarin aja. Tapi kalau ditahan, bisa-bisa malah dipolisikan balik," tulis seorang netizen.

Kampus Ikut Terlibat: Undip Jadi Tempat Perlindungan

Setelah kericuhan, banyak peserta aksi lari ke dalam kampus Universitas Diponegoro Pleburan. Pintu gerbang kampus langsung ditutup dan dijaga oleh massa aksi dari kalangan mahasiswa. Situasi sempat memanas ketika aparat mencoba masuk ke dalam area kampus, namun tertahan oleh barikade mahasiswa.

Hal ini memunculkan perdebatan soal netralitas kampus dalam demonstrasi. Beberapa akademisi menyayangkan terjadinya aksi kekerasan di lingkungan pendidikan, namun tidak sedikit juga yang membela mahasiswa karena kampus seharusnya jadi ruang aman untuk menyuarakan pendapat.

Suara dari Lapangan: Mahasiswa dan Buruh Saling Jaga

Perwakilan mahasiswa sempat memberi orasi di tengah kerumunan, meminta semua peserta aksi untuk saling menjaga dan tidak terpancing emosi. Mereka juga menekankan bahwa intel yang menyusup bisa saja seusia mereka, muda, dan hanya menjalankan tugas dari atasan. Namun, kehadiran intel dianggap sebagai bentuk pengawasan yang tidak etis dalam aksi damai.

“Kalau memang dia cuma disuruh, kami juga cuma nuntut keadilan. Jangan sampai kita saling lawan, padahal sama-sama rakyat,” ujar salah satu orator dari megafon.

Apakah Kehadiran Intel di Aksi Damai Diperbolehkan?

Secara hukum, intelijen polisi memang memiliki tugas untuk mengamati situasi di lapangan demi menjaga keamanan. Namun, ketika penyusupan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tanpa identitas jelas, hal ini dianggap bisa memicu ketidakpercayaan publik.

Banyak aktivis HAM menilai kehadiran intel dalam aksi damai seharusnya dilakukan dengan cara transparan atau tidak provokatif. Ketika kehadiran mereka justru memperkeruh suasana, maka tujuannya malah tidak tercapai.

Mahasiswa Sandra Intel Polisi yang Menyusup Aksi Buruh 'May Day' Semarang

Insiden penangkapan intel saat May Day di Semarang ini adalah cerminan betapa rentannya situasi aksi di Indonesia. Di satu sisi, mahasiswa dan buruh punya hak menyuarakan pendapat. Di sisi lain, aparat juga punya tugas mengamankan. Tapi, ketika komunikasi tidak berjalan baik dan kecurigaan merajalela, yang terjadi adalah konflik.

Kita semua, baik mahasiswa, buruh, polisi, maupun masyarakat umum, harus belajar dari kejadian ini. Menjaga ketertiban tanpa mengorbankan hak demokrasi adalah tanggung jawab bersama. 

Baca juga: Ramai Soal Murid SMAN Bandung Ujian Biologi Gambar Alat Kelamin Sendiri, Guru Berikan Klarifikasi

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150