zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Sans balik lagi nih dengan membawa cerita horor baru yang bikin kalian semua penasaran. Kali ini Sans akan membawa kalian jalan-jalan ke salah satu universitas terkenal di Jawa Tengah, yaitu UNS.
Pada tanggal 11 Maret 1976, Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret (UNS) resmi berdiri sebagai Perguruan Tinggi Negeri. UNS sendiri berdiri di atas tanah yang memiliki luas kurang lebih mencapai 60 hektar dan dulunya dipakai sebagai tempat pemakaman yang dikelilingi oleh rawa-rawa. Dalam proses pembangunannya saat itu, sebagian makam sudah dipindahkan, namun terdapat beberapa yang tidak dipindahkan. Salah satunya adalah di daerah Gunung Kendil dekat gedung Argo Budaya.
Di sana terdapat makam seorang perempuan bernama Nyah Rewel. Dengar-dengar makam itu memang susah untuk dipindahin lho. Bahkan banyak cerita tentang si Nyah Rewel yang sering menampakkan diri di gedung Arga Budaya. Nah, biar Sobat Zona nggak penasaran dengan kisah Nyah Rewel penunggu Arga Budaya. Yuk, Sans mulai ceritanya! Sebelum itu jangan lupa untuk matikan lampu dan aktifkan mode horornya, agar lebih seru! Selamat membaca.
Malam itu sekumpulan mahasiswa tengah latihan menari di gedung Arga Budaya. Mereka tampak berlatih tarian ketoprak dengan sangat luwes, bahkan siapapun yang melihatnya akan terhipnotis dengan gerakan-gerakan mereka. Dari kejauhan tampak segerombolan mahasiswa yang tak ikut dalam latihan, salah satunya adalah Syahid.
“Kalian tahu nggak kenapa gedung ini bisa angker?†tanya Syahid pada rekan-rekannya.
Mereka menggeleng tanda tak tahu. Syahid yang melihat teman-temannya pun tertawa, seolah itu adalah hal yang aneh di matanya. Dari kejauhan, Roro sang penari utama melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia pun berjalan mendekati gerombolan itu dan masuk dalam pembicaraan.
“Tahu, kenapa?†sahut Roro.
Melihat Roro yang tiba-tiba datang, Syahid menatap malas bahkan tak menghiraukannya. Sementara yang lain hanya menyaksikan dua musuh bebuyutan itu dalam diam. Mereka tahu jika sebentar lagi akan terjadi pertikaian di antara keduanya.
“Budek ya?†tanya Roro.
“Muga-muga budek beneran deh, atau ngambek gara-gara ra dipilih jadi penari? Gitu aja ngambek,†cibir Roro.
“Sapa sing ngambek? Aku iki LANANG ngerti ra?,†ucapnya sambil menirukan gaya salah satu TikToker yang hits pada zamannya.
“Halah, sudah kalian ini ribut terus. Ra kesel ta? Aku aja capek lho liat kalian gini terus tiap latihan,†keluh Pingkan, sang ketua sanggar tari, sambil bersedekap di antara keduanya.
Roro dan Syahid pun hanya melengos mendengar keluhan sang ketua. Melihat itu, Pingkan hanya menghela nafas lelah dan mengingatkan keduanya untuk segera membereskan perlengkapannya karena latihan sudah selesai.
“Lha, wis mari tho. Tak pikir awak dewe bakal sewengi ning kene. Ra arep nginep ning Arga Budaya ta?†tawar Syahid sambil menatap timnya dengan penuh harap.
Tentu saja ia sangat ingin menginap di sana, karena pemuda itu memang sudah terkenal akan kekepoannya dan kesukaannya dengan hal-hal berbau mistis. Sementara itu, Roro yang mendengarnya malah mendelik marah ke arah sang musuh.
“Kowe gendeng po? Lapo coba arep nginep ning kene?! Ra ngerti tho angkere panggon iki?†ucap Roro yang marah pada Syahid.
“Lha kok ngamok, wong biasane kowe lho sering nari ning kene sampek bengi pisan. Malah sok-sokan wedi,†ejek Syahid.
Roro hampir berteriak marah pada Syahid yang sedari tadi mengejeknya. Kalau saja Pingkan dan yang lain tak melerai mungkin bisa sampai perang dunia. Bahkan berulang kali ketuanya tersebut tampak mengusap lengan sang penari utama itu. Sumpah serapah pun ia keluarkan pada pemuda berparas tampan tersebut.
Sementara, Syahid malah semakin menjadi-jadi, bahkan ia menirukan ucapan perempuan berambut ikal itu dan membuatnya murka. Pingkan yang sudah tak tahan pun akhirnya berteriak dan semua orang di sana terdiam.
“STOP!†teriaknya.
“Ra kesel tho tengkar terus? Tak dungano kalian jodoh lho. Syahid, iso po ra aneh-aneh? Wis ngerti iki panggon angker sik arep nginep?! Kowe dhewe wae ra usah ngajak sing liyane. Meneng!†katanya sambil mendelik marah melihat Syahid yang ingin mengintrupsinya.
“Roro pisan, iso po ra nggak emosi? Iling kowe iku penari utama ning pentas iki. Lek kowe gampang emosi enngkok malah ngrusak mood latihan,†terusnya.
Roro dan Syahid terdiam sambil menetralkan emosinya. Karena baru kali ini ketuanya meledak-ledak pada mereka. Tapi, keduanya memang sudah keterlaluan. Daripada keadaan semakin memanas, akhirnya mereka meminta maaf pada Pingkan.
Namun, semuanya dibuat terkejut karena Pingkan mengatakan hal yang tak disangka-sangka.
“Oke, kita bakal nginep di sini, tapi cuma aku, Syahid, dan Roro. Semuanya boleh pulang setelah bersih-bersih. Itu keputusan final dan nggak boleh ada yang ngebantah,†ujarnya sambil berlalu meninggalkan semua orang.
Meskipun Roro sebenarnya sangat nggak setuju dengan keputusan Pingkan, tapi ia sadar kalau itu merupakan bentuk hukuman untuk mereka. Sementara, Syahid tampak sangat sumringah sambil menatap Roro.
“Mumpung masih jam 11 malam, ayo jalan-jalan. Kayaknya asyik deh,†ajak Syahid.
Mendengar hal tersebut, Pingkan dan Roro saling berpandangan. Nggak waras! Berani-beraninya ngajak keliling ke tempat angker gini. Padahal ia tahu jika kedua perempuan tersebut nggak bakalan setuju.
Melihat Syahid yang memohon bak anak anjing minta makan. Akhirnya keduanya mengangguk setuju, dengan malas Roro berjalan di samping Syahid. Sementara Pingkan mengikuti keduanya di belakang. Mereka berjalan mengelilingi Arga Budaya sambil membawa senter, hingga sampai di suatu tempat yang sedikit jauh dari gedung itu.
“Mmm kok jauh banget ya? Seharusnya kita nggak sampai sini deh,†ucap Roro yang mulai ketakutan.
“Iya nih Hid. Kok kita malah keluar sejauh ini sih? Mending balik yuk,†ajak Pingkan.
Sementara yang diajak bicara malah tampak antusias. Bahkan ia menarik tangan Roro dan Pingkan tanpa mempedulikan ringisan keduanya. Pergelangan tangan mereka tampak memerah.
Akhirnya, mereka sampai di suatu tempat yang tak di ketahui. Tampak sebuah pohon beringin besar dengan sulur-sulur yang menjuntai dan berbagai tumbuhan liar tumbuh mengelilingi sebuah gundukan tanah di bawah sana.
Mereka mendekati gundukan tersebut perlahan. Bahkan tubuh Roro dan Pingkan sudah bergetar ketakutan. Udara yang dingin di sana terasa semakin dingin untuk keduanya, padahal mereka memakai jaket tebal, tapi tak sanggup melawan hawa dinginnya malam itu.
Syahid terdiam di bawah pohon sambil mendongakkan kepalanya menatap ke atas. Pemuda tampan itu tersenyum lebar hingga ia tertawa kencang. Roro dan Pingkan bahkan ngeri melihat tingkah temannya itu.
Karena penasaran, Pingkan mengikuti arah pandang pemuda itu. Di atas pohon beringin tampak sesuatu yang mengerikan bahkan membuatnya bergidik ngeri. Sesosok wanita tua berambut panjang terurai ke bawah dengan mata hitam dan keriput berada di atas pohon beringin itu.
“As-astaghfirullah, Hid! Ro!†teriak Pingkan yang membuat kedua orang itu menatapnya.
Ketika Pingkan meneriaki temannya, sosok itu berpindah di dekat Roro dan Syahid. Ia melangkah perlahan mendekati keduanya. Sementara, Pingkan terus memanggil kedua orang itu dan menyuruhnya pergi menjauh dari sana.
Greb
Sayangnya, tangan Roro berhasil ditangkap wanita tua itu. Perempuan berambut ikal itupun kaget dan berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan kedua temannya. Tak sampai di situ ia terus meronta meski cengkraman itu terasa semakin kencang. Bahkan Roro mencoba memukul wanita itu namun tak berhasil, seolah ia memukul udara bukan manusia.
“Bang*** lepasin Roro, Nenek Tua!†ucap Syahid.
“Ka-ka-lian Dhi-dhi-si-an ni-ning ke-ke-ne. S-sa-i-iki ka-li-an o-ra i-iso me-thu to-tok ke-ne. HAHAHAHAHA,†ucap wanita itu.
Mendengar penuturan wanita tua itu mereka menjadi panik, bahkan Syahid pun ikut panik. Ia tak menyangka akan menjadi seperti ini. Pemuda itu tahu siapa sosok menakutkan di sana, dia adalah Nyah Rewel penunggu Arga Budaya yang terkenal.
Nyah Rewel terus tertawa melihat ketiga manusia di hadapannya. Tawa menggelegar itu bahkan membuat mereka sampai menutup telinga sangking kencangnya. Roro terus berusaha lari dari tanggapan wanita itu. Ia terus mencoba dan mencoba hingga akhirnya berhasil lepas dari cengkraman makhluk astral tersebut.
"Lari!" teriak Roro pada Syahid dan Pingkan.
Ketiganya berlari kencang menuju gedung Arga Budaya untuk bersembunyi. Mereka tak habis pikir dapat bertemu sosok yang katanya mitos itu, semua terpatahkan dengan apa yang sudah mereka lihat hari ini.
"Ke-te-mu," ucap sosok itu terbata-bata.
"AAAA," teriak ketiga orang itu.
Dengan cepat mereka mencari jalan lain menuju tempat perlindungan. Tak dipedulikan nafas yang sudah tersengal-sengal, bahkan jantung yang terus berdetak pun tak didengar oleh para mahasiswa itu. Sampai akhirnya sampailah ketiganya di gedung Arga Budaya. Roro, Pingkan, dan Syahid mencari tempat yang aman dan sulit ditemukan oleh Nyah Rewel.
"Tok... tok... tok...," ucap Nyah Rewel perlahan seolah memanggil ketiga mahasiswa yang tengah bersembunyi itu.
Sementara ketiganya bersembunyi di sebuah tempat gelap di bagian Arga Budaya dengan perasaan was-was. Perasaan takut semakin menjalar di hati dan pikiran setelah mendengar panggilan Nyah Rewel pada mereka.
"Tok... tok... tok...." Panggilan itu terdengar lagi dan terasa semakin dekat.
"Ke-te-mu," ucap Nyah Rewel pada ketiga manusia yang tengah bersembunyi di balik dinding itu.
Wajah mereka tampak pucat pasi, bahkan untuk menelan ludah sangat kesulitan. Tinggal sedikit lagi wanita tua itu menangkap mereka. Hanya tinggal sejengakal tangan itu akan mencengkeram leher salah satu dari ketiganya.
Kukuruyuk...
Suara kokoan ayam menggema di seluruh area gedung Arga Budaya. Sinar matahari pun mulai masuk ke dalam gedung. Nyah Rewel yang melihat itu berjalan mundur menjauhi sinar-sinar itu. Hingga akhirnya ia menghilang di balik bayangan gelap.
Ketiga mahasiswa itu menatap kaku sosok yang menghilang di balik bayangan gelap. Ia pergi sekarang, tapi tak tahu kapan namun pasti akan kembali lagi ke sana. Roro, Pingkan dan Syahid tampak syok dengan apa yang terjadi pada hari ini.
Semua itu tak pernah sekalipun terbayang di benak mereka. Bahkan Syahid pun si pencinta mistis merasa takut, syok, bahkan trauma. Sejak saat itupun mereka tak pernah latihan di Arga Budaya hingga malam apalagi untuk menginap di sana.
Kisah Nyah Rewel Penunggu Arga Budaya UNS
Hmm, Sobat Zona pernah bernasib sama dengan Roro, Syahid, dan Pingkan belum? Sharing sama Sans, yuk! Oh, iya kira-kira kampus mana lagi nih yang harus Sans kunjungi untumenceritakan kisah-kisah horor selanjutnya? Tulis di kolom komentar ya.
Baca Juga: Bikin Merinding, Aktivitas Penghuni Malam di UPN Veteran Yogyakarta
Komentar
0