
Zona Mahasiswa - Sejumlah guru di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, merasa keberatan dengan kebijakan mendadak yang mengharuskan mereka mencicipi program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelum dibagikan kepada siswa. Kebijakan ini muncul sebagai respons pasca-insiden keracunan makanan di Kapanewon Mlati, namun para guru menilai ini sebagai langkah terburu-buru yang membebankan mereka.
Baca juga: AS Beri Peringatan, Udang Asal Indonesia Disebut Mengandung Radioaktif Nuklir
Seorang guru SMP berinisial J mengungkapkan bahwa instruksi untuk mencicipi MBG baru disampaikan oleh kepala sekolah setelah kejadian keracunan di Mlati. Sebelum insiden itu, kebijakan ini tidak pernah ada.
“Belum ada suratnya, cuma kemarin baru dari kepala sekolah,” kata J. Ia menambahkan, kebijakan ini menimbulkan kegaduhan di kalangan guru. "Menjadi gaduh di tempat kami. Gaduh karena dampak dari keracunan itu, seolah-olah kami ini kemudian menjadi korban dari kebijakan yang belum matang untuk distribusi makanan,” tegasnya.
Dinilai Ganggu Proses Belajar Mengajar
Selain merasa dijadikan korban kebijakan, para guru juga menganggap instruksi ini mengganggu proses belajar mengajar. J mengatakan bahwa seharusnya pengecekan makanan dilakukan oleh pihak penyedia jasa yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas.
“Harusnya dari sana yang mengecek. Kita kalau mau ngetes (mencicipi) itu mengurangi jam pelajaran. Distribusi itu saja sudah mengurangi jam pelajaran,” ujarnya.
J juga khawatir jika guru yang mencicipi makanan justru mengalami gejala keracunan, maka proses pembelajaran akan semakin terganggu. Ia menilai ini hanya akan memindahkan masalah dari penyedia makanan ke pihak sekolah.
Meskipun merasa keberatan, para guru di sekolah J sudah mulai melaksanakan instruksi tersebut.
Senada dengan J, seorang guru SD berinisial A juga menganggap kebijakan ini tidak tepat, meskipun niat pemerintah baik. Menurutnya, pencegahan keracunan seharusnya menjadi tanggung jawab pihak katering.
"Pihak katering harus memastikan dulu masakannya kualitasnya baik, atau antara waktu masak dan pendistribusian jangan terlalu lama supaya tidak basi,” kata A. Ia menyarankan agar solusi utama adalah memperketat SOP pengolahan dan distribusi makanan, bukan membebankan risiko pada para guru.
Baca juga: Kecanduan Nonton Film Porno, Tukang Jahit di Solo Cabuli 8 Anak Tetangga
Komentar
0