Zona Mahasiswa - Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi kembali jadi perbincangan setelah Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, menyarankan penghapusannya. Zonasi yang awalnya bertujuan mengurangi kesenjangan pendidikan ternyata menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk pemerintah. Di satu sisi, sistem ini dianggap mempermudah akses pendidikan bagi siswa dari berbagai latar belakang, tapi di sisi lain, pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna.
Baca juga: Hotman Paris Heran Soal Petugas Lapas yang Dimutasi Gegara Rekam Napi Pesta Narkoba di Penjara
Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, salah satu pihak yang menanggapi usulan Gibran, menekankan pentingnya evaluasi sebelum benar-benar menghapus zonasi. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang zonasi, tantangannya, manfaatnya, dan alternatif yang mungkin dilakukan jika sistem ini benar-benar dihapus!
Apa Itu Zonasi PPDB?
Sistem zonasi dalam PPDB adalah kebijakan pemerintah yang mengutamakan penerimaan siswa berdasarkan lokasi tempat tinggal mereka. Jadi, siswa yang tinggal di dekat sekolah tertentu memiliki peluang lebih besar untuk diterima di sekolah tersebut.
Kebijakan ini pertama kali diterapkan untuk:
- Mempermudah akses pendidikan: Siswa bisa bersekolah di tempat yang dekat dengan rumah, sehingga mengurangi waktu dan biaya transportasi.
- Mengurangi ketimpangan kualitas sekolah: Pemerintah berharap, dengan zonasi, siswa tidak hanya menumpuk di sekolah-sekolah favorit.
- Mencegah diskriminasi: Zonasi bertujuan agar semua siswa, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki kesempatan yang sama untuk bersekolah.
Tapi, meskipun tujuannya baik, implementasinya seringkali bermasalah.
Kenapa Gibran Ingin Zonasi Dihapus?
Gibran menyampaikan bahwa zonasi tidak berjalan sesuai harapan. Beberapa masalah yang ia soroti meliputi:
- Ketimpangan kualitas antar sekolah: Meski zonasi mengutamakan jarak, kualitas pendidikan di sekolah-sekolah seringkali tidak merata. Akibatnya, siswa yang tinggal di zona tertentu merasa dirugikan karena harus bersekolah di tempat yang kualitasnya di bawah standar.
- Minimnya fasilitas di beberapa daerah: Banyak sekolah di daerah tertinggal yang belum memiliki fasilitas memadai, sehingga zonasi justru memperburuk kesenjangan pendidikan.
- Tidak adil bagi siswa berprestasi: Zonasi membuat siswa dengan nilai akademik tinggi kadang kalah saing dengan siswa lain yang kebetulan tinggal lebih dekat dengan sekolah.
Bagi Gibran, sistem ini perlu diganti dengan kebijakan lain yang lebih adil dan efektif.
Pendapat Ketua Komisi X DPR
Sebagai Ketua Komisi X DPR yang membidangi pendidikan, Hetifah Sjaifudian tidak setuju jika zonasi dihapus tanpa evaluasi mendalam. Menurutnya, zonasi masih memiliki manfaat besar dalam menciptakan akses pendidikan yang merata.
Hetifah menjelaskan, sistem zonasi sebenarnya dirancang untuk mengurangi kesenjangan antar sekolah dan mencegah diskriminasi. Tapi, ia mengakui bahwa pelaksanaannya memang belum maksimal karena tantangan berikut:
- Fasilitas pendidikan yang tidak siap: Tidak semua daerah memiliki jumlah sekolah yang cukup atau fasilitas yang setara.
- Kualitas sekolah yang timpang: Banyak sekolah yang masih kekurangan guru berkualitas, fasilitas belajar, dan sumber daya lainnya.
- Kurangnya pemahaman masyarakat: Banyak orang tua belum memahami tujuan zonasi, sehingga mereka lebih fokus pada "sekolah favorit" tanpa memikirkan pemerataan pendidikan.
Menurut Hetifah, sebelum mengambil keputusan untuk menghapus zonasi, pemerintah harus mendengar masukan dari masyarakat, guru, dan pakar pendidikan.
Apa Saja Tantangan Zonasi?
Meski memiliki tujuan baik, zonasi memang menghadapi banyak tantangan yang perlu diatasi:
1. Ketidaksiapan Infrastruktur Sekolah
Di banyak daerah, jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah siswa. Akibatnya, banyak anak tidak tertampung di sekolah yang dekat dengan rumah mereka.
2. Ketimpangan Kualitas Sekolah
Zonasi seharusnya membantu pemerataan pendidikan, tapi kenyataannya tidak semua sekolah memiliki kualitas yang setara. Hal ini membuat siswa di zona tertentu merasa dirugikan karena terpaksa masuk ke sekolah dengan fasilitas atau pengajaran yang kurang memadai.
3. Tekanan pada Sekolah Favorit
Meskipun zonasi diterapkan, orang tua tetap berusaha memasukkan anaknya ke sekolah favorit, misalnya dengan memanipulasi alamat tempat tinggal. Ini membuat sekolah-sekolah favorit kewalahan menerima siswa.
4. Sosialisasi yang Kurang Efektif
Banyak orang tua dan siswa yang belum memahami sistem zonasi secara mendalam. Hal ini menimbulkan kebingungan dan protes setiap kali PPDB berlangsung.
Alternatif Jika Zonasi Dihapus
Jika zonasi benar-benar dihapus, pemerintah harus memiliki kebijakan pengganti yang lebih adil dan efektif. Berikut beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan:
1. Meningkatkan Kualitas Sekolah Secara Merata
Alih-alih menghapus zonasi, pemerintah sebaiknya fokus pada peningkatan kualitas pendidikan di semua sekolah. Misalnya:
- Memberikan pelatihan kepada guru agar kualitas pengajaran meningkat.
- Memperbaiki fasilitas belajar seperti laboratorium, perpustakaan, dan teknologi pendidikan.
- Menyediakan anggaran khusus untuk sekolah-sekolah di daerah tertinggal.
2. Sistem Campuran
Menggabungkan zonasi dengan jalur lain seperti prestasi akademik, afirmasi untuk siswa dari keluarga kurang mampu, atau jalur khusus bagi anak difabel. Dengan sistem campuran ini, semua siswa tetap memiliki kesempatan yang adil untuk bersekolah.
3. Distribusi Guru Berkualitas
Selain meningkatkan fasilitas sekolah, pemerintah harus memastikan bahwa semua sekolah memiliki guru-guru yang kompeten. Guru yang berkualitas adalah kunci untuk menciptakan pendidikan yang setara.
4. Membangun Infrastruktur Pendidikan di Daerah Tertinggal
Pemerintah perlu memastikan bahwa semua daerah memiliki sekolah yang cukup dengan fasilitas yang memadai. Dengan demikian, siswa di daerah terpencil tidak perlu merasa tertinggal.
Apa Kata Masyarakat?
Usulan penghapusan zonasi memicu berbagai reaksi di kalangan masyarakat:
- Pro:
Banyak orang tua setuju dengan Gibran karena merasa zonasi sering kali merugikan anak-anak berprestasi. Mereka juga menganggap sistem ini membatasi pilihan sekolah.
"Kalau anak saya nilainya bagus, kenapa harus kalah dengan anak lain yang rumahnya lebih dekat sekolah?" ujar salah satu orang tua. - Kontra:
Sebagian masyarakat khawatir jika zonasi dihapus, sekolah-sekolah favorit akan kembali menjadi sekolah elit yang hanya bisa diakses oleh anak-anak dari keluarga mampu.
"Kalau zonasi dihapus, yang miskin pasti semakin sulit masuk sekolah bagus," komentar seorang pengguna media sosial.
Gibran Minta Menteri Pendidikan Hapus Sistem Zonasi Sekolah Komisi X Tak Setuju
Sistem zonasi PPDB adalah kebijakan dengan tujuan baik, yaitu menciptakan akses pendidikan yang setara untuk semua anak Indonesia. Namun, implementasinya di lapangan masih menghadapi banyak tantangan, seperti ketimpangan kualitas sekolah dan ketidaksiapan fasilitas.
Usulan Gibran untuk menghapus zonasi memicu diskusi penting tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Jika zonasi benar-benar dihapus, pemerintah harus memiliki alternatif yang lebih adil dan efektif.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah memastikan bahwa setiap anak Indonesia mendapatkan hak untuk belajar di sekolah yang berkualitas tanpa diskriminasi. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat.
Baca juga: Mabuk dan Oral Seks Dalam Mobil, Mahasiswa di Sleman Tabrak Lari Tewaskan Satu Orang
Komentar
0