Berita

Fakta di Balik Kontroversi Kampanye Save Raja Ampat Greenpeace yang Sedang Ramai Diperbincangkan

Muhammad Fatich Nur Fadli 09 Juni 2025 | 14:40:02

Zona Mahasiswa - Belakangan ini, kampanye SaveRajaAmpat yang diusung Greenpeace menjadi sorotan publik. Kampanye tersebut memperlihatkan keindahan kawasan Piaynemo yang kemudian disandingkan dengan gambar dan video aktivitas tambang nikel di Pulau Gag. Sayangnya, banyak masyarakat yang salah kaprah dan mengira lokasi tambang tersebut berada di area wisata.

Baca juga: Surga Terakhir Indonesia Terancam Keserakahan Industri Nikel! Ibu Susi Desak Prabowo Hentikan Ekspansi Tambang Raja Ampat

Selain itu, banyak foto hasil editan AI juga beredar luas. Akibat narasi ini, banyak yang mengira lokasi tambang berada di kawasan wisata.

Padahal, lokasi tambang sebenarnya berada di Pulau Gag, yang berjarak kurang lebih 40 kilometer dari Piaynemo. Pulau Gag sendiri bukan destinasi wisata, melainkan kawasan dengan status legal sebagai wilayah pertambangan yang dikelola oleh PT GAG Nikel. Proses eksplorasi di pulau ini sudah berlangsung sejak tahun 1998, dan sejak tahun 2017, kawasan ini telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dari sisi geologi, Piaynemo merupakan kawasan karst yang tersusun dari batuan gamping, jenis batuan yang tidak mengandung nikel. Sementara nikel biasanya terdapat pada batuan ultrabasa seperti laterit atau peridotit. Dengan kata lain, secara ilmiah, tidak ada potensi nikel di wilayah Piaynemo, sehingga tidak mungkin ada aktivitas penambangan di sana.

Permasalahan ini sebenarnya bukan tentang mendukung atau menolak tambang, melainkan tentang pentingnya menyampaikan informasi yang benar. Penyebaran narasi yang keliru bisa berdampak serius, mulai dari hilangnya kepercayaan publik hingga dimanfaatkannya isu tersebut oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik, termasuk agenda separatisme yang mengarah pada pemisahan Papua. 

Isu lingkungan tetaplah penting, tetapi harus dibahas berdasarkan fakta. Mari bersama-sama menjaga dan melindungi Raja Ampat dengan menyebarkan informasi yang benar, bukan manipulasi dan kabar yang menyesatkan.

Awal Mula Kampanye Save Raja Ampat

Greenpeace memulai kampanye ini dengan mengunggah gambar dan video indahnya kawasan Piaynemo, salah satu spot paling ikonik di Raja Ampat. Keindahan air biru jernih, gugusan pulau karst, dan suasana tropis yang menenangkan seolah menjadi simbol kekayaan alam yang perlu diselamatkan.

Namun, yang kemudian jadi sorotan adalah ketika gambar Piaynemo itu disandingkan dengan footage aktivitas pertambangan nikel yang digambarkan merusak lingkungan. Banyak warganet yang lantas mengira bahwa tambang tersebut berada tepat di kawasan Piaynemo padahal tidak.

Faktanya: Tambang Berada di Pulau Gag, Bukan Piaynemo

Perlu diluruskan bahwa tambang nikel tersebut berada di Pulau Gag, yang letaknya sekitar 40 kilometer dari Piaynemo. Pulau Gag memang termasuk wilayah Raja Ampat, tapi bukan bagian dari destinasi wisata populer seperti Piaynemo atau Misool.

Pulau Gag juga bukan kawasan konservasi atau wisata. Sejak 1998, wilayah ini sudah dieksplorasi dan pada 2017 memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang resmi. Jadi, aktivitas tambang di sana bukan ilegal, melainkan sah secara hukum.

Kesalahan Persepsi Gara-Gara Visual

Yang bikin masalah makin rumit adalah banyaknya foto dan video editan, termasuk yang pakai teknologi AI, yang kemudian disebar di media sosial. Editan ini memperlihatkan seolah-olah Piaynemo yang indah berubah menjadi wilayah rusak karena tambang. Akibatnya, muncul kesalahpahaman besar dari masyarakat.

Greenpeace sendiri memang tidak menyatakan secara eksplisit bahwa tambang berada di Piaynemo. Tapi narasi visual yang dibangun membuat publik salah paham. Ini jadi bukti bahwa cara penyampaian informasi sangat penting dan bisa berdampak besar.

Fakta Geologis: Piaynemo Tidak Mengandung Nikel

Dari sisi ilmiah, wilayah Piaynemo tersusun atas batuan karst, yang artinya mayoritas berupa batuan gamping (kapur). Ini berbeda dengan batuan yang mengandung nikel, yaitu batuan ultrabasa seperti laterit dan peridotit. Jadi, secara geologis, di Piaynemo memang tidak ada potensi nikel.

Artinya, dari sisi teknis, tidak mungkin ada tambang nikel di Piaynemo. Bahkan, kalau ada yang coba-coba eksplorasi pun, hasilnya pasti nihil. Jadi, menciptakan narasi bahwa tambang akan merusak Piaynemo adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan fakta ilmiah.

Antara Kekhawatiran Lingkungan dan Manipulasi Narasi

Kekhawatiran terhadap dampak tambang terhadap lingkungan memang wajar. Kita semua tentu ingin menjaga alam Indonesia. Tapi masalahnya adalah ketika narasi yang dibangun jadi bias, bahkan menyesatkan.

Sebagian netizen mulai sadar akan manipulasi narasi ini. Mereka mulai memverifikasi informasi dan menyuarakan agar kampanye lingkungan tidak dilakukan dengan cara misleading. Karena pada akhirnya, informasi yang tidak akurat bisa merusak kredibilitas gerakan itu sendiri.

Bahaya Narasi Keliru: Bisa Picu Konflik dan Politisasi

Salah satu risiko terbesar dari penyebaran informasi yang tidak akurat adalah potensi dimanfaatkannya isu ini untuk kepentingan politik. Beberapa analis menilai bahwa isu ini bisa dijadikan bahan untuk memantik agenda separatisme di Papua. Ketika publik merasa wilayahnya dirusak oleh pihak luar, potensi ketegangan sosial bisa meningkat.

Bukan berarti kita harus menutup mata pada aktivitas pertambangan. Tapi menyuarakan protes harus dilakukan dengan cara yang bijak, berdasarkan data, dan tidak menebar ketakutan tanpa dasar.

Fakta di Balik Kontroversi Kampanye Save Raja Ampat Greenpeace yang Sedang Ramai Diperbincangkan

Menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kita semua. Tapi, kampanye lingkungan harus dilakukan dengan data dan cara yang tidak memicu kesalahpahaman. Narasi "Save Raja Ampat" memang mulia, tapi akan lebih kuat jika dibarengi dengan edukasi berbasis fakta, bukan asumsi dan visual editan.

Isu ini memberi kita pelajaran besar: bahwa di era digital, satu postingan bisa mengubah persepsi ribuan orang. Maka dari itu, yuk lebih bijak dalam menyuarakan kebaikan. Jangan sampai niat baik justru disampaikan dengan cara yang salah.

Raja Ampat layak diselamatkan. Tapi bukan dengan cara menyesatkan. Mari jadi generasi yang peduli lingkungan dan peduli fakta.

Baca juga: Cho Yong Gi, Mahasiswa Filsafat UI Tiba-tiba Ditangkap dan Jadi Tersangka Padahal sedang Jadi Paramedis di Demo Buruh

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150