zonamahasiswa.id - Rusia telah melancarkan serangan militer ke Ukraina pada Kamis (24/2). Akibat serangan tersebut, perekonomian dunia terguncang termasuk Indonesia, terkait impor gandum.
Meskipun bukan makanan pokok, konsumsi gandum di Indonesia terbilang cukup tinggi. Karena sebagai bahan baku pembuatan mi instan, roti, dan makanan lainnya.
Bukan hanya dengan Rusia, Indonesia pun memiliki hubungan dagang yang erat dengan Ukraina, meski hanya mitra dagang non-tradisional. Indonesia adalah salah satu negara importir utama gandum di dunia.
Baca Juga: Jadi Target Pertama, Presiden Ukraina Berjanji Tetap Tinggal Meski Rusia Menyerang
Mengganggu Perekonomian Indonesia
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Ukraina menjadi salah satu negara teratas penyuplai gandum di Indonesia. Sepanjang tahun 2020, impor gandum Indonesia mencapai 2,96 juta ton, jauh melampaui keseluruhan impor kedelai Indonesia dari berbagai negara lain.
Sebab, total impor gandum Indonesia pada 2020 sebanyak 10,299 juta ton. Artinya, Ukraina berkontribusi pada lebih 20 persen stok gandum di Tanah Air. Besarnya impor gandum membuat Indonesia juga rutin mencatatkan defisit perdagangan dengan Kiev.
Nilai impor gandum dari Ukraina mencapai 710 juta dollar AS. Selain gandum, produk impor lain dari Ukraina adalah besi baja. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, perang antara Rusia dan Ukraina pun dikhawatirkan akan mempengaruhi stok gandum di Indonesia.
“Dikhawatirkan akan mempengaruhi stok gandum dan produsen makanan di dalam negeri,†ujar Bhima.
Kemudian, perang dua negara itu juga berpotensi meningkatkan inflasi dan biaya logistik, sehingga harga bahan pokok akan naik dan daya beli masyarakat semakin rendah.
Sehingga, pemerintah Indonesia perlu melakukan antisipasi dengan menaikkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebagian dialokasikan untuk menjaga stabilitas harga pangan dan energi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menyoroti dampak konflik geopolitik Rusia-Ukraina terhadap perekonomian Indonesia.
Berpotensi Mengalami Gangguan Suplai Migas
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional, Shinta Kamdani menyampaikan, Rusia dan Ukraina bisa disebut sebagai rekan dagang dan investasi nontradisional bagi pelaku usaha di Indonesia.
Shinta menjelaskan, kegiatan ekspor-impor dan investasi yang melibatkan Rusia-Ukraina dengan Indonesia masih tergolong kecil, bahkan tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
“Jadi dampak konflik ini secara langsung terhadap relasi perdagangan dan investasi di Indonesia tidak signifikan,†ujarnya.
Indonesia juga berpotensi mengalami gangguan suplai minyak dan gas (migas) karena adanya embargo global kepada Rusia yang dapat berpengaruh terhadap stabilitas pasokan dan harga minyak global. Meski demikian, Shinta menilai, tidak ada perubahan besar karena kontribusi Rusia-Ukraina terhadap ekonomi nasional sangat kecil.
Perdagangan Indonesia dengan Rusia lebih didominasi oleh produk migas, besi baja, dan alutsista yang sebenarnya bisa digantikan oleh negara lain karena volume perdagangan Indonesia dengan Rusia tidak dominan, yakni hanya sekira 1 persen.
Sementara itu, produk ekspor Indonesia ke Rusia-Ukraina yang cukup dominan adalah Crude Palm Oil (CPO). Akan tetapi, jumlah CPO yang diekspor Indonesia ke Rusia-Ukraina juga tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Dengan begitu, Indonesia bisa melakukan diversifikasi atau pengalihan ekspor CPO ke negara lain agar kinerja ekspornya tidak terganggu oleh konflik yang terjadi di Eropa Timur itu.
Baca Juga: KSP Sampaikan Mahasiswa Harus Pikirkan Sistem Berpolitik di Indonesia: Politik Jangan Dijauhi
Pembicaraan untuk Berdamai
Negara-negara Barat telah mengumumkan rentetan sanksi terhadap Rusia, termasuk memasukkan bank-banknya ke daftar hitam dan melarang ekspor teknologi. Tetapi mereka sejauh ini tidak memaksanya keluar dari sistem SWIFT untuk pembayaran bank internasional.
AS menjatuhkan sanksi kepada Putin, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov. Lalu, Uni Eropa dan Inggris sebelumnya membekukan aset apa pun milik Putin dan Lavrov di wilayah mereka. Kanada mengambil langkah serupa. Namun, itu semua tidak menghalangi Putin.
Akan tetapi, di tengah kekacauan perang muncul secercah harapan. Seorang juru bicara Zelenskiy mengatakan Ukraina dan Rusia akan berkonsultasi dalam beberapa jam mendatang mengenai waktu dan tempat untuk pembicaraan.
Kremlin sebelumnya mengatakan pihaknya menawarkan untuk bertemu di ibu kota Belarusia, Minsk, setelah Ukraina menyatakan kesediaannya untuk membahas menyatakan sebagai negara netral, sementara Ukraina telah mengusulkan Warsawa sebagai tempat pertemuan. Itu, menurut juru bicara Rusia Dmitry Peskov, mengakibatkan "jeda" dalam kontak.
"Ukraina telah dan tetap siap untuk berbicara tentang gencatan senjata dan perdamaian," kata juru bicara Zelenskiy, Sergii Nykyforov, dalam sebuah posting di Facebook.
"Kami menyetujui usul Presiden Federasi Rusia."
Namun juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan tawaran Rusia merupakan upaya untuk melakukan diplomasi "dengan laras senjata" dan bahwa militer Putin harus berhenti membom Ukraina jika serius dalam negosiasi.
Dampak Rusia-Ukraina bagi Indonesia hingga Rencana untuk Berdamai
Itulah ulasan mengenai dampak peperangan Rusia-Ukraina bagi Indonesia dan sejumlah negara lainnya. Namun, muncul omongan soal berdamai serta gencatan senjata.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti informasi seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan serta aktifkan notifikasinya ya. Sampai jumpa.
Baca Juga: Ganjar Rela Pidato Sambil Hujan-hujanan, Kirain Mau Tanam Padi seperti Bu Puan
Komentar
0