
Zona Mahasiswa - Lagu Gugur Bunga menggema, memanggil makhluk dari dunia lain yang tak terlihat. Menyimpan rahasia yang hanya terungkap saat jarum jam berdentang tengah malam. Bayangan pepohonan menari, menyembunyikan tatapan hampa dari makhluk tak kasat mata. Kegelapan merayap dan menyelimuti setiap sudut gedung yang penuh misteri.
Oke, kembali lagi di Zona Misteri segmen Horor. Tempat di mana kita bakal bahas cerita-cerita seram yang bikin bulu kuduk merinding. Nah, kali ini, kita tidak hanya menyusuri lorong gelap rahasia yang tersembunyi di balik gedung-gedung tua, tetapi juga menyusri misteri di salah satu kampus legendaris di Indonesia: Universitas Gadjah Mada..
UGM, yang berdiri megah di jantung Yogyakarta, bukan sekadar kampus tempat para mahasiswa menimba ilmu. Ia adalah saksi bisu perjalanan sejarah bangsa, dengan arsitektur yang memadukan sentuhan klasik dan modern, serta lorong-lorong yang masih menyimpan jejak waktu. Di setiap sudutnya, dari Balairung UGM yang tua hingga Bundaran Fakultas Teknik yang sunyi, ada cerita yang terukir kisah-kisah yang kadang tak hanya bisa dijelaskan oleh logika.
Katanya, ada mitos yang beredar, kalau di bundaran itu, tepat di tengah malam... Kalau ada yang berani nyanyiin lagu Gugur Bunga, bakal muncul... sesuatu. Tapi, apa bener?
Atau cuma cerita buat nakut-nakutin mahasiswa baru?
Gimana, udah mulai penasaran dengan kisahnya?
Nah sebelum itu, kisah horor ini sebelumnya sudah diulas di website Zona Mahasiswa di segmen Zona Misteri.
Sebelum kita masuk ke ceritanya, kalian siapkan dulu cemilan dan minumannya lalu ambil posisi ternyaman.
Gedung Balairung UGM. Gedung megah yang menyimpan sejarah... dan rahasia kelam. Dulu, gedung ini digunakan saat masa penjajahan. Konon, arwah seorang Meneer Belanda masih bergentayangan di sana.
Gedung Balairung UGM adalah gedung bersejarah yang terletak di Kampus UGM, Yogyakarta. Gedung ini didirikan pada tahun 1959 tepat 1 tahun sejak berdirinya UGM pada tanggal 19 Desember 1949. Gedung ini dirancang oleh arsitek Belanda, Ir. J.M. van Ommeren.
Gedung Balairung UGM memiliki arsitektur yang unik dan khas. Bangunannya berbentuk persegi panjang dengan dua lantai. Lantai pertama digunakan sebagai ruang pertemuan, sedangkan lantai kedua digunakan sebagai ruang kuliah.
Gedung ini juga memiliki sebuah menara yang berfungsi sebagai tempat lonceng. Dengan kemegahan dan keindahan bangunan, ternyata Balairung menyimpan kisah mistis di dalamnya.
Menir Josep adalah hantu seorang pria Belanda yang dipercaya gentayangan di Gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM). Konon, sosok ini masih ada di kampus ini dari masa penjajahan, sampai hari ini.
Cerita berawal dari dua orang mahasiswa yang sedang sedang yang sedang nongkrong di Gedung tersebut. Mereka berdua memang masih belum ada niatan nih, buat pulang dan memutuskan ngobrol dulu meskipun mereka tahu waktu sudah malam.
Dimas: Bro, kamu tahu nggak, katanya ada hantu Meneer Belanda yang ada di Balairung. Kalo kita lembur, katanya dia suka muncul.
Rian: Halah, ngapain juga kamu percaya, palingan itu juga cuma cerita iseng doang.
Tiba-tiba terdengar langkah berat mendekat, diiringi suara napas berat. Sosok pria tua berpakaian rapi dengan jas klasik datang menghampiri dan duduk di dekat mereka.
Pria tua (Lembut): Malam, anak-anak. Bolehkah aku bergabung sebentar?
Dimas (Sedikit ragu, tetapi sopan): Eh... tentu, Pak. Silakan.
Pria tua: Terima kasih. Aku sering datang ke sini. Tempat ini penuh kenangan.
Obrolan berlangsung ringan, perlahan-lahan suasana mulai berubah. Angin malam bertiup lebih dingin, dan lampu tampak meredup perlahan.
Rian (Santai): Pak, Bapak dulu kuliah di sini?
Pria tua: Oh, tentu. Aku sudah ada di sini... sangat lama.
Dimas merasakan hawa dingin menyelimuti ruangan. Bulu kuduknya mulai berdiri seperti ada perasaan aneh yang menyelimutinya.
Dimas (Berbisik ke Rian): Kok rasanya... aneh ya? Udara tiba-tiba jadi dingin.
Rian: Ah, kamu terlalu banyak mikir, Dim.
Tak disangka bolpoin Rian tiba-tiba jatuh ke lantai. Saat mengambil bolpintnya pandangannya membeku. Mata Rian terpaku pada sesuatu yang seharusnya tidak mungkin.
Di ruangan itu, secara logis seharusnya ada tiga orang, dan dengan demikian, tiga pasang kaki yang menapak di lantai. Namun yang terlihat hanya dua pasang kaki.
Rian (Membeku, suara bergetar): Dim... kenapa cuma ada dua pasang kaki?
Mata Dimas mengikuti arah pandangan Rian. Mereka berdua menatap kaki pria tua itu. Tubuh kakek itu seolah melayang beberapa sentimeter di atas tanah.
Dimas (Membisik, hampir tak terdengar): Lihat... kakinya... mengambang.
Pia tua (Dengan suara yang lebih berat, nadanya kini terdengar berbeda): Kalian baru menyadarinya?
Malam itu, Rian dan Dimas menyadari bahwa mereka telah berbincang dengan sesuatu yang tidak berasal dari dunia yang sama. Di balik senyum ramah dan gestur sopan, tersembunyi keberadaan yang tidak semestinya ada dalam dimensi ini. Lampu tiba-tiba padam. Suara benda jatuh. Sunyi.
Dimas (Teriak panik): Rian! Lari!
Suara langkah tergesa-gesa, napas memburu, suara pintu dibuka paksa, diikuti suara gemuruh angin yang tiba-tiba berhenti.
Sejak malam itu, Rian dan Dimas tidak pernah berani menetap di rektorat di atas pukul sepuluh malam. Kisah ini pun menjadi bagian dari bisikan legenda kampus. Sebuah pengingat bahwa tidak semua yang terlihat adalah nyata... dan tidak semua yang menyapa adalah manusia.
MENANTANG CERITA URBAN
Gedung Balairung UGM. Gedung megah yang menyimpan sejarah... dan rahasia kelam. Dulu, gedung ini digunakan saat masa penjajahan. Konon, arwah seorang Meneer Belanda masih bergentayangan di sana.
Gedung Balairung UGM adalah gedung bersejarah yang terletak di Kampus UGM, Yogyakarta. Gedung ini didirikan pada tahun 1959 tepat 1 tahun sejak berdirinya UGM pada tanggal 19 Desember 1949. Gedung ini dirancang oleh arsitek Belanda, Ir. J.M. van Ommeren.
Gedung Balairung UGM memiliki arsitektur yang unik dan khas. Bangunannya berbentuk persegi panjang dengan dua lantai. Lantai pertama digunakan sebagai ruang pertemuan, sedangkan lantai kedua digunakan sebagai ruang kuliah.
Gedung ini juga memiliki sebuah menara yang berfungsi sebagai tempat lonceng. Dengan kemegahan dan keindahan bangunan, ternyata Balairung menyimpan kisah mistis di dalamnya.
Menir Josep adalah hantu seorang pria Belanda yang dipercaya gentayangan di Gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM). Konon, sosok ini masih ada di kampus ini dari masa penjajahan, sampai hari ini.
Cerita berawal dari dua orang mahasiswa yang sedang sedang yang sedang nongkrong di Gedung tersebut. Mereka berdua memang masih belum ada niatan nih, buat pulang dan memutuskan ngobrol dulu meskipun mereka tahu waktu sudah malam.
Dimas: Bro, kamu tahu nggak, katanya ada hantu Meneer Belanda yang ada di Balairung. Kalo kita lembur, katanya dia suka muncul.
Rian: Halah, ngapain juga kamu percaya, palingan itu juga cuma cerita iseng doang.
Tiba-tiba terdengar langkah berat mendekat, diiringi suara napas berat. Sosok pria tua berpakaian rapi dengan jas klasik datang menghampiri dan duduk di dekat mereka.
Pria tua (Lembut): Malam, anak-anak. Bolehkah aku bergabung sebentar?
Dimas (Sedikit ragu, tetapi sopan): Eh... tentu, Pak. Silakan.
Pria tua: Terima kasih. Aku sering datang ke sini. Tempat ini penuh kenangan.
Obrolan berlangsung ringan, perlahan-lahan suasana mulai berubah. Angin malam bertiup lebih dingin, dan lampu tampak meredup perlahan.
Rian (Santai): Pak, Bapak dulu kuliah di sini?
Pria tua: Oh, tentu. Aku sudah ada di sini... sangat lama.
Dimas merasakan hawa dingin menyelimuti ruangan. Bulu kuduknya mulai berdiri seperti ada perasaan aneh yang menyelimutinya.
Dimas (Berbisik ke Rian): Kok rasanya... aneh ya? Udara tiba-tiba jadi dingin.
Rian: Ah, kamu terlalu banyak mikir, Dim.
Tak disangka bolpoin Rian tiba-tiba jatuh ke lantai. Saat mengambil bolpintnya pandangannya membeku. Mata Rian terpaku pada sesuatu yang seharusnya tidak mungkin.
Di ruangan itu, secara logis seharusnya ada tiga orang, dan dengan demikian, tiga pasang kaki yang menapak di lantai. Namun yang terlihat hanya dua pasang kaki.
Rian (Membeku, suara bergetar): Dim... kenapa cuma ada dua pasang kaki?
Mata Dimas mengikuti arah pandangan Rian. Mereka berdua menatap kaki pria tua itu. Tubuh kakek itu seolah melayang beberapa sentimeter di atas tanah.
Dimas (Membisik, hampir tak terdengar): Lihat... kakinya... mengambang.
Pia tua (Dengan suara yang lebih berat, nadanya kini terdengar berbeda): Kalian baru menyadarinya?
Malam itu, Rian dan Dimas menyadari bahwa mereka telah berbincang dengan sesuatu yang tidak berasal dari dunia yang sama. Di balik senyum ramah dan gestur sopan, tersembunyi keberadaan yang tidak semestinya ada dalam dimensi ini. Lampu tiba-tiba padam. Suara benda jatuh. Sunyi.
Dimas (Teriak panik): Rian! Lari!
Suara langkah tergesa-gesa, napas memburu, suara pintu dibuka paksa, diikuti suara gemuruh angin yang tiba-tiba berhenti.
Sejak malam itu, Rian dan Dimas tidak pernah berani menetap di rektorat di atas pukul sepuluh malam. Kisah ini pun menjadi bagian dari bisikan legenda kampus. Sebuah pengingat bahwa tidak semua yang terlihat adalah nyata... dan tidak semua yang menyapa adalah manusia.
HANTU MENEER GEDUNG BALAIRUNG
Kisah berikutnya datang dari Bundaran Teknik UGM. Ceritanya dimulai di era 90-an. Dua mahasiswa yang sebut saja namanya Dias dan Joko. Joko, ini anak Jogja asli. Sedangkan si Dias Pendatang dari Jakarta. Mereka temenan, deket banget udah kayak prangko, kemana-mana nempel terus.
Suatu malam, rencananya mereka lagi ngerjain tugas makalah bareng nih di kampus. Tapi, ya... Namanya mahasiswa, kadang rasa malesnya itu tinggi banget, bukannya fokus ngerjain makalah, si Joko malah ngelamun nggak fokus dan tiba-tiba nyeletuk.
Joko: Eh, lo tau nggak sih, katanya kalo nyanyi Gugur Bunga di Bundaran Teknik UGM tengah malam, bakal ada penunggunya yang muncul?
Dias: Ah, masa sih? Gimana kalo kita buktiin? Palingan juga cuman rumor yang dibangun senior-senior buat nakut-nakutin kita.
Joko: Lah, beneran ini, emang sih guwa dapet cerita ini dari senior. Tapi kayak e beneran ini Dias
Dias: BTW lu kagak usah ngikut logat gua dah, fales tauk.
Joko: Oke-oke guwa santai
Dias: Serah lu lah jok, gimaana kalau kita buktiin aja deh ke tempatnya langsung?
Joko: Oke, siapa juga yang berani. Eh, takut maksud e.
Malam itu juga, sekitar jam setengah 12 malam, mereka berangkat buat buktiin cerita urban legend tersebut. Suasana kampus sepi. Cuma suara jangkrik dan angin yang sesekali bikin bulu kuduk berdiri. Mereka jalan pelan ke bundaran. Bundaran itu... kosong. Tapi rasanya mereka berdua kayak ada yang ngawasin.
Jam hampir menunjukkan pukul 12. Joko dan Dias sudah berdiri di tengah bundaran. Sudah siap dengan segala resikonya Dengan suara pelan, Dias mulai menyanyi...
Dias: Gugur satu... tumbuh seribu..
Awalnya sih biasa aja mereka berdua sangat yakin kalau cerita tersebut hanyalah mitos. Tapi tiba-tiba...
Dias berdiri tegak. Kaku. Suaranya makin keras. Penuh hormat, kayak lagi upacara beneran. Tiba-tiba suara desir angin keras dan bisikan samar terdengar di telinga mereka berdua "Pergi... pergi..."
Joko: (panik) "Dias! Lo kenapa diem aja? Eh, woi! Jawab!"
Suara jeritan pelan berubah menjadi tawa seram, diiringi suara langkah kaki berat dari kejauhan
Dias masih berdiri kaku. Tatapan matanya kosong. Joko mengguncangnya. Tapi... Dias hanya berbisik pelan "Dia... datang..."
Ketakutan mereka memuncak saat melihat penampakan mengerikan di sekitar bundaran. Hantu para korban penjajah terlihat jelas dan salah satunya bahkan kepalanya terpenggal dari tubuhnya.
Usai kejadian seram tersebut, Joko dan Dias berusaha keluar dari Bundaran FT UGM. Meski mencoba arah yang berbeda, mereka tetap kembali ke bundaran yang sama seolah tersesat. Kedua mahasiswa tersebut terjebak dalam situasi yang sungguh mengerikan.
Meski akhirnya berhasil lolos dari bundaran, pengalaman mengerikan di Bundaran FT UGM membuat Joko dan Dias sangat trauma.
Nah Sobat Zona, itulah beberapa kisah horor ngerinya Gedung Balairung UGM hingga Mitos di Bundaran Fakultas Teknik.
Bagaimana? Apakah kalian percaya dengan cerita horor tadi atau bahkan kalian pernah mengalaminya sendiri?
Komentar
0