
Zona Mahasiswa - Pilu, ingin mencari pertolongan atas kasus pemerkosaan yang menimpanya, malah diduga menjadi korban pencabulan oleh orang yang seharusnya memberikan perlindungan. Hal itulah yang terjadi pada seorang perempuan di Sumba Darat Baya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia menjadi korban pemerkosaan, hendak melapor ke polisi, namun, malah diduga dicabuli oleh oknum polisi tersebut.
Seorang perempuan korban pemerkosaan (25) diduga dicabuli oleh Kanit Provos Polsek Wewewa Selatan, Aipda Paulus Salo. Insiden tersebut terjadi di kantor Polsek Wewewa Selatan, SBD, NTT.
"Korban dicabuli pelaku di Polsek Wewewa Selatan. Saat itu dia diperiksa sebagai korban pemerkosaan yang telah kami laporkan," ujar tante kandung korban, Naomi Daero Bora (44), dilansir dari detikBali, Senin (9/6).
Kasus bermula ketika korban diperkosa oleh Oktovianus Bora Lende di Desa Mandungo, Kecamatan Wewewa Selatan, pada 1 Maret 2025 sekitar pukul 19.30 Wita. Saat kejadian, Naomi sedang berada di tempat jualannya sekitar satu kilometer dari rumah mereka.
Saat kembali ke rumah, korban tidak ditemukan. Naomi dan suaminya panik karena Bora dikenal kerap mabuk dan membuat onar di kampung.
"Kami semua saat itu panik karena kelakuan pelaku selama ini sangat kurang ajar. Dia kerjanya tiap hari hanya mabuk sopi dan membuat onar dalam kampung," kata Naomi.
Korban dan Bora kemudian ditemukan sedang bersama di lahan tetangga yang dipenuhi tanaman keladi. Kala itu, Naomi melihat gerakan mencurigakan dari daun keladi. Saat didekati, keduanya nyaris tertangkap basah. Bora melarikan diri ke semak-semak, sementara korban dibawa pulang.
Lapor ke Polisi, Namun Berujung Pencabulan
Atas pemerkosaan tersebut, pihak keluarga memutuskan untuk melapor ke Polsek Wewewa Selatan sekitar pukul 22.00 WITA. Esok harinya, korban menjalani visum di RSU Karitas Weetabula.
Malam harinya, sekitar pukul 20.00 WITA, Aipda Paulus datang ke rumah Naomi dan mengatakan agar korban dibawa ke Polsek untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Sebenarnya, Naomi ingin ikut menemani korban, tapi ditolak oleh Aipda Paulus. Alasannya, proses pemeriksaan tidak memakan waktu lama.
"Sebelum mereka pergi ke polsek, saya tanya bilang boleh saya temani kah? Tetapi pak polisi itu tidak mau. Dia bilang mama jangan ikut saja karena saya periksa (ambil keterangan) tidak lama saja langsung antar pulang," ungkap Naomi.
Setelah pemeriksaan, korban tiba di rumah dan langsung masuk ke kamar. Kala itu, Naomi tidak curiga, meskipun ia melihat keponakannya tampak trauma.
"Kesalahan saya saat itu tidak sempat tanyakan dia karena datang langsung tidur dan dia merasa pusing, tetapi gerak-geriknya kayak trauma begitu namun saya tidak curiga apa-apa," ucap Naomi.
Naomi menambahkan, korban tidak langsung bercerita karena mengalami keterbelakangan mental. "Dia ini memang tamat SMP tetapi tingkahnya bingung-bingung dan sering pelupa begitu, makanya tiap hari hanya jaga anak saya berusia 7 bulan di rumah saja," ujarnya.
Kasus dugaan pencabulan ini terungkap ketika keluarga menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Polres Sumba Barat Daya pada 23 Maret 2025. Polisi mengatakan bahwa hubungan seksual antara Bora dan korban terjadi karena atas dasar suka sama suka. Bora pun dipulangkan.
Padahal, menurut Naomi, korban mengaku diancam dengan parang oleh Bora sebelum diperkosa. Tidak puas dengan hasil penyelidikan polisi, pihak keluarga lalu mendatangi Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sumba Barat Daya pada 24 Maret 2025 untuk berkonsultasi.
Ketika berkonsultasi dengan PPA, barulah terungkap bahwa korban mengaku ia juga dicabuli oleh Aipda Paulus saat diperiksa di Polsek Wewewa Selatan.
"Saat itu saya langsung marah korban ini, saya bilang kenapa tidak kasih tahu, dia mengaku diancam oleh polisi itu (Aipda Paulus), agar tidak memberitahukan kepada siapa pun," kata Naomi.
Kasus pencabulan oleh Aipda Paulus akhirnya dilaporkan kembali ke Polres Sumba Barat Daya pada 7 Juni 2025, dengan didampingi oleh Dinas PPA.
"Kami hanya butuh keadilan, semoga pelaku dihukum setimpal perbuatannya. Apalagi dia polisi, harusnya melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, bukan jadi pelaku kejahatan seksual," tegas Naomi.
Pelaku Dijatuhi Sanksi Penempatan Khusus
Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Harianto Rantesalu membenarkan bahwa pihaknya menangani laporan pencabulan oleh anggota Polsek Wewewa Selatan. Aipda Paulus telah diperiksa oleh Seksi Propam.
"Kasusnya sedang kami tangani ya. Kami sampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Sumba Barat Daya atas perbuatan yang bersangkutan hingga mencoreng citra Polri," kata Harianto kepada detikBali, Senin (9/6).
Atas aksi bejatnya, Aipda Paulus dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) sejak Sabtu (7/6/2025) untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
"Ya mas, kasusnya kami sudah konferensi pers pada Sabtu (7/6/2025), sebagai tindak lanjut, Aipda PS (Paulus Salo) sudah dipatsus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya," ujar Harianto.
Paulus akan menjalani penempatan khusus selama 30 hari guna menjalani sidang Kode Etik Profesi (KKEP) Polri. Penanganan kasus, kata dia, dilakukan secara profesional dan sesuai aturan institusi.
"Kami akan tetap profesional, objektif, dan transparan dalam menangani kasus tersebut," jelasnya.
Harianto menambahkan, pihaknya sangat menyesalkan dugaan tindakan tidak pantas yang dilakukan anggotanya itu.
"Kami sangat menyesalkan perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kami ini," pungkas Harianto.
Baca juga: Resmi! Prabowo Cabut Izin 4 Tambang Nikel yang Ada di Raja Ampat
Komentar
0