zonamahasiswa.id – Sebuah dilema terbesar bagi mahasiswa untuk menjadi seorang organisatoris atau pengejar nilai akademis. Menjadi mahasiswa yang selalu aktif dalam organisasi atau mahasiswa ambisius untuk meraih nilai sempurna pada tiap semesternya.
Di antara keduanya, manakah yang lebih baik dan di cap sebagai mahasiswa yang sesungguhnya?
Baca Juga: Masa Menyenangkan Menjadi Mahasiswa Berakhir di Semester 4 dan 5, Benarkah Demikian?
Berkenalan dengan Mahasiswa Organisatoris
Mahasiswa organisatoris atau mahasiswa yang aktif berorganisasi sering terlihat aktif dalam berorganisasi, baik di dalam maupun di luar kampus. Tipikal mahasiswa ini adalah yang sering sekali terlibat dalam berbagai program kerja, mulai dari acara pengembangan semacam diskusi, workshop, dan seminar.
Segudang pengalaman mengikuti organisasi, mulai dari divisi perlengkapan, divisi perkap, sampai berbagai macam divisi konsumsi pernah diikuti, demi melatih soft skill sih katanya. Begadangnya pun sangat berkualitas, mulai dari mengonsep acara, menyusun TOR, rundown, belum lagi setelah acara ada yang namanya LPJ, semuanya dilaksanakan demi menjalankan organisasi yang baik dan benar.
Para mahasiswa organisatoris memiliki tujuan masing-masing untuk memenuhi CV mereka dengan pengalaman melatih banyak soft skill, di antaranya leadership, bekerja dalam tim, komunikasi dan melatih kemampuan public speaking yang baik. Manteup pol deh, habis demisioner pokoknya langsung mau jadi bos dengan bejibunnya pengalaman jadi ketua dan ngatur macem-macem divisi.
Namun nyatanya, beberapa mahasiswa organisatoris ini terlalu fokus dengan organisasinya dan tidak jarang lebih memilih organisasi dari pada masuk kelas, mengerjakan tugas, bahkan untuk belajar di kelas dan meningkatkan nilai. Maksud Mimin tidak semua mahasiswa organisatoris sih, tapi sebagian besar saja, no offense ya buat mahasiswa organisator.
Kenalan dengan Mahasiswa Akademis
Masih dalam pembahasan, di satu sisi, ada mahasiswa yang sangat berambisi untuk tidak ada bulan sabit di IPK alias nilai C. Mahasiswa ini adalah yang paling berambisi dalam nilai akademik. Perkara absen dan mengerjakan tugas, dia nomor satu pokoknya. Semua mata kuliah tidak ada yang mengulang, bahkan sambil di tengah padatnya kuliah, masih sempat-sempatnya menjadi asisten dosen, asisten lab, dan perasistenan lainnya.
Mereka ini mencanangkan “pantang tidur sebelum kelar tugasâ€, mulai dari tugas sebagai mahasiswa sampai menyusun PPT persiapan kelas dosen, mengerjakan tugas anak dosen, koreksi laporan praktikum, koreksi nilai dosen mata kuliah, dan tugas-tugas lainnya. Misinya selama kuliah cuma satu, yakni Kartu Hasil Studi penuh dengan nilai A sampai lulus kuliah nanti.
Berbeda dengan mahasiswa organisatoris, prestasi akademik sampai pengalaman menjadi asisten sana sini mentereng diraihnya. Maju terus pantang mundur untuk lulus dengan cumlaude, menambah pengalaman akademik, serta sertifikat bejibun untuk membuktikan bahwa inilah yang selama ia berkuliah.
Namun, mahasiswa ini juga melupakan satu hal, bahwa penting juga untuk melatih soft skill dan menjalin relasi dengan mahasiswa lainnya, tidak hanya berkutat dengan perkuliahan semata. Seakan-akan kehidupannya hanya bergantung pada tugas dan kewajibannya pada tugas kuliah dan tugas asisten-asisten lainnya.
Baca Juga: Pilih Lulus Cumlaude atau Lulus dengan Skill yang Tinggi? Atau Pilih Keduanya?
Lalu, Siapa yang Lebih Baik? Organisatoris atau Akademis?
Hmm... Di sini Mimin mencoba untuk menjadi pihak yang netral, yakni tidak memihak salah satu maupun keduanya. Untuk menjadi seorang organisatoris dengan pengalaman yang bejibun adalah hal yang sangat baik, karena tidak semua orang bisa diberi kesempatan untuk mencicipi bagaimana riweuh dan serunya ketika menyusun sebuah acara, diskusi, seminar, dan lain sebagainya.
Selain melatih kemampuan untuk bekerja tim, para organisatoris juga merasakan bagaimana mengelola sebuah organisasi dan mengatur orang-orang di dalamnya. Berbagai soft skill memang di latih di dalamnya, mulai dari leadership, problem solving, komunikasi yang baik, dan lain sebagainya.
Namun, akan menjadi negatif jika kemudian malah mengabaikan perkuliahan sampai mengabaikan tugas-tugas, mengulang mata kuliah berkali-kali, bahkan sampai lulus keteteran.
Begitu pula dengan mahasiswa akademis. Mengejar nilai untuk menyempurnakan nilai IPK merupakan hal yang penting juga, agar dapat lulus tepat waktu dan banyak memperoleh prestasi selama perkuliahan. Ilmu pengetahuan yang di dapat pun lebih banyak, karena kalian terfokus untuk menuntut ilmu.
Tapi bagaimana pun juga, pengalaman untuk melatih soft skill juga penting untuk dunia kerja. Melamar pekerjaan tidak hanya berbekal IPK tinggi dan prestasi akademik. Kalian juga harus membekali diri dengan pengalaman organisasi, magang, maupun bekerja sambil kuliah. Semakin banyak pengalaman, maka semakin meyakinkan juga bagi perusahaan untuk menerima kalian sebagai pekerjanya.
Mana yang Lebih Baik Antara Mahasiswa Organisatoris atau Pengejar Nilai Akademis?
Inti dari intinya adalah jika kalian melihat dunia perkuliahan dengan melihat siapa dan siapa yang lebih baik, kalian akan selalu menemui persaingan. Namun, jika dengan meluruskan tujuan berkuliah untuk mencari ilmu dan semakin berkembang menjadi pribadi yang lebih baik lagi, maka mau menjadi organisatoris maupun akademis sekalipun, ilmu dan waktu yang kalian dapatkan tidak akan sia-sia.
Sekian cuap-cuap opini dari Mimin, jangan lupa untuk mengaktifkan notifikasi postingan website zonamahasiswa.id untuk info menarik lainnya seputar perkuliahan dan mahasiswa. Mimin pamit undur diri, see you!
Baca Juga: Kuliah Itu Tidak Penting Ujung-ujungnya Nganggur, Lebih Baik Langsung KerjaÂ
Komentar
0