Zona Mahasiswa - Oke, kembali lagi di Zona Misteri segmen Horor. Tempat di mana kita bakal bahas cerita-cerita seram yang bikin bulu kuduk merinding. Nah, kali ini gue punya cerita horor yang datang dari sebuah kampus di Rawamangun, Jakarta. Tapi, maaf ya, gue nggak bisa sebutin nama kampusnya karena ada etika dan peraturan yang harus dijaga.
Cerita ini datang dari seseorang yang pernah jadi mahasiswa di sana. Sebut saja namanya Bang Azam, beliau punya banyak cerita mistis dari kampus ini sejak zaman kuliahnya dulu sampai sekarang.
Kisah ini dimulai di sebuah gedung lama dengan arsitektur ala Belanda yang masih kokoh berdiri di kampus tersebut. Bangunan ini adalah gedung kegiatan kemahasiswaan, di mana banyak unit kegiatan berkumpul, termasuk unit kesenian tempat Bang Azam bergabung sejak pertama kali masuk kampus pada tahun 2004.
Di lantai dua gedung itu, ada ruangan khusus untuk unit kesenian. Di dalamnya, ada cermin besar yang dipasang di salah satu dinding, biasanya digunakan untuk latihan tari. Nah, kejadian aneh pertama kali muncul ketika Bang Azam dan teman-temannya sering berkumpul di sana, terutama di malam hari.
Malam itu, sekitar pukul 10, Bang Azam dan beberapa temannya, Reza, Lia, dan Nina, sedang berkumpul di ruangan tersebut. Mereka baru saja selesai latihan musik dan tari untuk sebuah acara kampus. Bang Azam duduk di lantai, membersihkan gitar akustiknya, sementara Reza menyetel ulang drum. Lia dan Nina bercanda sambil mengelap keringat di dekat cermin.
Lia: "Eh, kamu pernah dengar cerita tentang cermin ini?" tanyanya tiba-tiba, matanya menatap pantulan mereka di kaca.
Nina: "Cerita apa?"
Lia: "Katanya," (Lia memulai dengan suara pelan) "dulu pernah ada seorang penari di sini. Dia sangat berbakat, tapi tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Beberapa orang percaya bahwa arwahnya masih tinggal di dalam cermin ini."
Reza: Mendengar percakapan itu, tertawa, "Ah, mitos kampus biasa! Jangan terlalu percaya cerita seperti itu."
Namun, Bang Azam hanya diam. Dia teringat akan kejadian aneh yang sering dialaminya di ruangan itu. Kadang, saat dia sendirian dan matahari sudah terbenam, dia merasa ada yang mengawasinya. Beberapa kali, dia mendengar suara gemerisik seperti langkah kaki, tapi ketika menoleh, tidak ada siapa-siapa.
Malam semakin larut, dan mereka memutuskan untuk pulang. Namun, sebelum keluar, Bang Azam merasa tertarik untuk memperhatikan cermin itu. Dalam pantulan cermin, dia melihat dirinya sendiri dan teman-temannya tapi ada yang janggal. Ada sesosok bayangan di belakang mereka, seorang perempuan dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya.
Azam: Bang Azam terdiam, matanya tak bisa lepas dari bayangan itu. "Hei, kalian lihat nggak?" bisiknya pelan, menunjuk ke arah cermin.
Nina: memandang cermin itu, dan seketika wajah mereka memucat. "Apa itu?" tanya Nina gemetar.
Reza: yang awalnya skeptis, mendekati cermin dan menatapnya tajam. "Ah, ini pasti pantulan bayangan dari jendela luar," katanya dengan nada yakin.
Namun, saat dia mendekat, bayangan perempuan itu mulai bergerak, mendekat ke arah mereka di cermin, tapi tidak ada siapa pun di ruangan itu.
Tiba-tiba, lampu di ruangan berkedip-kedip, dan udara terasa semakin dingin. Suara gemerisik semakin jelas, seperti ada seseorang berjalan dengan langkah pelan mendekat. Lia menjerit dan memegang tangan Nina erat-erat.
Reza: "Azam, ayo keluar dari sini!" teriak Reza.
Tapi Bang Azam tidak bisa bergerak. Dia merasa kakinya tertahan, seperti ada sesuatu yang memegangi. Dalam sekejap, lampu padam total, dan mereka terjebak dalam kegelapan.
Di tengah kegelapan itu, terdengar suara halus, nyaris seperti bisikan.
Setan: "Tolong aku… kembalikan aku…"
Suara itu terdengar dari cermin. Lia menangis ketakutan, dan Reza yang panik mencoba menyalakan ponselnya untuk mencari cahaya. Namun, ponsel itu tiba-tiba mati, seperti baterainya habis seketika.
Bang Azam, dengan seluruh kekuatannya, mencoba melangkah mundur. Dia merasa ada tangan dingin yang mencengkram bahunya, dan saat dia menoleh ke cermin, dia melihat wajah perempuan itu. Matanya kosong, tatapannya kosong dan dingin.
Setan: "Tolong aku…" suara itu kembali terdengar, semakin dekat, semakin jelas.
Dalam kepanikan, Reza berlari ke arah pintu, mencoba membukanya. Namun, pintu itu terkunci rapat, seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang menahannya. Lia dan Nina menjerit, berusaha menarik Bang Azam menjauh dari cermin.
Tiba-tiba, lampu menyala kembali, dan ruangan itu kembali normal. Pintu terbuka dengan sendirinya, dan mereka segera berlari keluar. Nafas mereka terengah-engah, dan mereka tidak berani menoleh ke belakang lagi.
DIHANTUI SOSOK KUNTILANAK
Malam-malam selanjutnya terasa begitu sunyi di gedung kegiatan kemahasiswaan. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan hanya ada segelintir mahasiswa yang masih berkeliaran di sekitar gedung. Bang Azam, tengah duduk di depan cermin besar di lantai dua. Ruangan itu sepi, hanya diisi dengan suara tik-tik laptop yang ia ketik dengan cepat.
Ia sedang menyelesaikan laporan kegiatan untuk acara kampus yang akan datang. Namun, di tengah kesibukannya, matanya menangkap sesuatu yang tidak biasa. Dari sudut matanya, ia melihat sesuatu yang bergerak pelan sesuatu seperti asap putih kehitaman yang melayang di ujung cermin.
Bang Azam berhenti mengetik, jantungnya mulai berdegup kencang. Dia merasa bulu kuduknya meremang. "Apa tadi?" gumamnya dalam hati. Dia mencoba menepis perasaan aneh itu, berpikir mungkin hanya efek kelelahan. Namun, asap itu semakin jelas. Bergerak perlahan dari sudut cermin, mengarah ke tengah cermin besar itu, hingga akhirnya membentuk sosok samar.
Bang Azam menelan ludah, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia sadar betul bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. "Ini pasti... kuntilanak!" pikirnya cepat, perasaan takut mulai merayap.
Dengan napas tertahan, Bang Azam dengan cepat menoleh ke cermin. Dan benar saja, sesosok wanita dengan rambut panjang tergerai dan wajah yang tertutup oleh rambutnya berdiri di sana, menatapnya dari dalam cermin. Sosok itu hanya tampak beberapa detik, tapi rasanya seperti waktu berhenti. Mata mereka bertemu, meski wajah wanita itu tak terlihat jelas. Sosok itu melayang perlahan, dengan mata yang tampak kosong, sebelum akhirnya menghilang begitu saja.
Bang Azam melonjak dari duduknya, jantungnya berdegup kencang. Dia berlari ke pintu, membuka pintu ruangan dan berteriak,
Azam: “Gue barusan lihat kuntilanak!”
Teman-temannya yang sedang duduk di koridor mendengar teriakannya dan langsung mendekat. Reza, Lia, dan Nina segera datang dengan wajah penuh tanya.
Reza: “Apa, Azam? Apa yang kamu lihat?” tanya Reza dengan suara tegang.
Azam: “Kuntilanak! Gue lihat dia di cermin! Wajahnya, matanya… kosong! Tapi dia melihat gue!” jawab Bang Azam, suaranya gemetar.
Lia: langsung merinding, “Kamu serius, Zam? Jangan bercanda!”
Azam: “Aku serius, Li!” jawab Bang Azam. “Aku lihat dengan mata kepala sendiri. Di cermin itu!”
Reza: Reza menggelengkan kepala, "Ah, mungkin kamu cuma kecapekan, Zam."
Tapi Nina, yang lebih peka dengan hal-hal gaib, tampak lebih serius.
Nina: “Zam, kamu gak pernah merasa ada yang aneh sebelum ini?” tanya Nina dengan suara bergetar.
Azam: Bang Azam mengangguk pelan. “Sering. Tapi kali ini jelas banget, Nin. Dia muncul di cermin, seperti... seperti dia sedang mencari sesuatu atau seseorang."
Mereka semua memandang cermin besar itu dengan waspada, merasakan hawa dingin yang semakin kuat merasuk ke tulang. Reza yang tadinya tak percaya, kini ikut merasakan getaran aneh di dalam ruangan itu.
Lia: menggigil, “Kita… kita harus pergi dari sini. Mungkin… mungkin memang ada sesuatu di sini yang tidak ingin diganggu.”
Mereka semua mengangguk, dan tanpa berkata lagi, mereka segera meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat.
Di belakang mereka, cermin besar itu tetap berdiri, tapi ada sesuatu yang berubah. Di permukaannya, samar-samar tampak bayangan wajah yang menatap keluar, seolah mencari, seolah… menunggu.
LUKISAN YANG PENUH MISTERI
Malam di gedung kegiatan kemahasiswaan itu tidak pernah benar-benar sepi. Meski gedung sudah tutup, selalu ada rasa kehadiran sesuatu yang tak terlihat, mengintai di balik dinding-dinding tua dan arsitektur kolonial Belanda yang kokoh. Setelah kejadian Bang Azam melihat kuntilanak di cermin besar lantai dua, kabar itu menyebar cepat di antara mahasiswa. Tapi ternyata, itu bukan satu-satunya kejadian mistis yang terjadi di gedung tua ini.
Bang Rapli, senior lain yang sudah lebih lama di kampus, pernah bercerita kalau banyak benda seni di ruang kesenian yang punya energi "creepy." Lukisan-lukisan yang terpajang di dinding, patung-patung yang berdiri di sudut ruangan, semuanya seolah memiliki aura yang mengundang makhluk halus untuk datang. Ada yang bilang, benda-benda itu bukan sekadar karya seni biasa mereka menyimpan cerita, emosi, dan mungkin... sesuatu yang lebih.
Di antara banyak lukisan yang ada, ada satu lukisan yang menjadi pusat perhatian. Lukisan ini seharusnya menggambarkan seorang perempuan muda dengan wajah cerah di tengah hamparan bunga, namun anehnya, lukisan itu tidak pernah selesai. Teman Bang Rapli, seorang pelukis berbakat, yang memulai lukisan itu beberapa tahun lalu. Tapi setelah beberapa minggu, dia tiba-tiba berhenti.
Bang Rapli mengingat jelas kejadian itu. Suatu malam, temannya datang ke ruang kesenian dengan wajah pucat, matanya tampak kosong.
Bang Rapli: "Gue nggak bisa lanjutin lukisan itu," kata temannya dengan nada gemetar. "Ada sesuatu yang aneh. Setiap kali gue mau menggambar wajahnya, gue merasa ada yang mengawasi gue... dari balik kanvas."
Temannya tak pernah kembali ke ruang kesenian sejak malam itu. Lukisan tersebut dibiarkan begitu saja, tergantung di teras luar. Kini, lukisan itu sudah kusam, warnanya memudar, tapi setiap kali seseorang lewat di depannya, ada perasaan dingin yang merayap, membuat bulu kuduk berdiri.
Lia, salah satu teman Bang Azam, pernah mengalami kejadian aneh dengan lukisan tersebut. Suatu sore, ia dan teman-temannya sedang mengerjakan dekorasi untuk acara kampus di teras. Tanpa sengaja, Lia melewati lukisan itu dan merasa ada yang berbeda. Ketika ia melihat lebih dekat, ia bisa melihat mata wanita dalam lukisan itu seolah mengikuti setiap gerakannya. Matanya terasa hidup, penuh rasa ingin tahu… atau mungkin peringatan.
Lia mengerutkan kening, mencoba mengabaikan perasaan aneh itu. Namun, ketika ia berbalik, ia mendengar suara berbisik lembut, hampir seperti gumaman, tepat di telinganya. “Kamu... kenapa berhenti?” Suaranya tipis dan menyeramkan, membuat jantung Lia berdegup kencang. Ia menoleh cepat, tapi tak ada siapa pun di sana. Teman-temannya juga tidak mendengar apa-apa.
Malam itu, Lia merasa tidak tenang. Ia menceritakan kejadian itu kepada Bang Azam dan yang lain.
Lia: "Aku tahu ini kedengarannya aneh, tapi aku yakin ada sesuatu dengan lukisan itu," ujar Lia dengan wajah pucat.
Azam: Bang Azam mengangguk setuju, "Ya, gue juga pernah dengar cerita kayak gitu. Lukisan itu memang terasa berbeda. Seperti ada yang tinggal di dalamnya."
Nina: yang selama ini lebih sensitif terhadap hal-hal gaib, menambahkan, “Lukisan itu mungkin jadi portal bagi makhluk lain untuk masuk ke dunia kita. Dan mungkin, karena lukisan itu tidak selesai, mereka merasa terjebak di antara dua dunia."
Reza: yang tadinya skeptis, mulai merasa ngeri, "Jadi, kita harus gimana? Apa lukisan itu sebaiknya dibakar saja?"
Nina: menggelengkan kepala, “Gak bisa sembarangan. Membakar lukisan itu malah bisa membuat makhluk itu marah. Sebaiknya kita biarkan saja. Jangan ganggu mereka, dan mungkin… mereka juga gak akan ganggu kita."
Namun, tak seorang pun tahu pasti apa yang sebenarnya menghuni gedung tua ini. Gedung itu tetap menyimpan misteri, dengan benda-benda seni yang seolah menyimpan energi. Benda-benda yang diam-diam mengundang makhluk-makhluk dari dunia lain untuk memperlihatkan diri mereka.
Malam itu, mereka meninggalkan gedung dengan langkah cepat, berusaha tak menoleh ke belakang. Tapi di dalam gedung tua itu, cermin besar dan lukisan yang tidak pernah selesai tetap berdiri kokoh di tempatnya. Menunggu. Menanti… siapa lagi yang akan melihat atau mendengar sesuatu yang seharusnya tidak terlihat.
Kisah Cermin Berhantu Dalam Gedung Kampus Rawamangun Jakarta
Nah Sobat Zona, itulah beberapa kisah horor yang ada di kampus Gedung Kampus Rawamangun, Jakarta.
Jadi gimana? lo percaya nggak sama cerita horor tadi? atau lo pernah ngalamin pengalaman yang mirip kaya gitu? Coba Komentar di bawah ya
Komentar
0