zonamahasiswa.id - Sarjana hasil dari biaya orang tua, tidak pantas menghina kuli yang membiayai orang tua. (Pepatah)
Mungkin orang yang menempuh kuliah hingga sarjana identik dengan kata 'sukses' menurut versi pemikiran tetangga Sans. Bahkan, orang-orang terdekatnya seperti keluarga juga pernah menganggap bahwa Sans lahir dari keluarga yang beruntung. Bisa menikmati banyaknya pengalaman pendidikan hingga dengan pengalaman hidup merantau.
Sementara, ada yang beranggapan bahwa kehidupan mereka tidak seberuntung Sans. Bahkan sebagian teman-teman kampung Sans berpikir bahwa hidup hanya untuk bekerja dan membahagiakan kedua orang tua, tidak peduli akan sebuah pendidikan, melainkan pekerjaan adalah keutamaan mereka. Akhirnya, jalan ninja yang sebagian teman Sans lakukan, ya menjadi seorang kuli.
Tapi, pernahkah kita mulai sedikit berpikir? Tentang klaim 'kuliah pasti sukses' dan 'tidak kuliah pasti sulit untuk sukses' bahwa pernyataan tersebut tidak lebih dari sekedar ucapan yang tidak masuk akal dan hanya menjadi ungkapan merusak mental kedua belah pihak.
Apakah Kuliah hanya sebatas belajar?
Kuliah bukan hanya sekadar belajar, melainkan kuliah juga menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat.
Untuk itu, sulit rasanya bagi para mahasiswa apabila ingin menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi apabila kita hanya mengandalkan kuliah sebatas ruang untuk belajar dan menggapai kesuksesan. Karena, tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa bukan sekedar mengandalkan otak dan kemampuan soft skill belaka. Melainkan juga pengabdian yang berupa hard skill yang menjadi salah satu identitas paling penting dari gelar mahasiswa.
Apalagi, ketika kita berbincang mengenai gaya hidup seorang mahasiswa yang modern. Mulai gaya penampilan hingga dengan gaya berpikir yang modern, seolah menunjukkan pada konotasi mahasiswa 'elit' seperti Sans yang hobinya nongkrong di warung kopi dengan ekspresi seperti anak 'indie'. Bukan mahasiswa sukses versi tetangga sebelah.
Menarik rasanya apabila kita lihat mahasiswa dari sudut pandang aktivitasnya dan tujuan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi serta dari sudut pandang nilainya. Layaknya 'Boruto' dan 'Naruto' yang memiliki dua sisi kehidupan yang berbeda, namun sama-sama lahir dari lingkungan para ninja.
Coba Sobat Zona perhatikan, praktek dari perbedaan nilai dasar Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan aktivitas Mahasiswa saat ini. Kecenderungan untuk hidup 'masa bodo' terhadap fenomena masyarakat lebih tinggi dari pada 'mahasiswa dulu' yang notabene lebih merawat dunia ini intelektual dan pelaksanaan nilai (tapi juga bukan selamanya seperti itu).
Persoalan mendasar itulah kenapa saya membantah terhadap orang-orang sekitar saya terhadap anggapan kuliah pasti 'sukses', karena tidak selamanya nilai dari yang ingin diharapkan oleh Tri Dharma Perguruan Tinggi sama dengan pelaksanan kehidupan mahasiswa masa kini yang tidak selalu mencerminkan nilai-nilai dari orang pengabdian terhadap masyarakat.
Karena bagi saya, kuliah akan mereka katakan sebagai sukses apabila kita lebih banyak menerapkan pengabdian kepada masyarakat, dari pada hanya sukses dalam artian sebuah 'materi' (uang dan lain-lain sebagainya). Makanya, kenapa tidak pantas seorang sarjana yang dari biaya orang tua, menghina seorang kuli yang membahagiakan kedua orang tua.
Entah, bagaimana ketika semisal hal ini terjadi kepada sosok seorang 'Sans' yang selalu kita gambarkan dengan mahasiswa nyentrik dan nakal yang menghabiskan tabungan orang tua untuk bermain disaat mendapatkan kesempatan kuliah.
Baca Juga: Apa Salahnya Sih Menjadi Mahasiswa Kupu-Kupu? Toh, Tujuannya Juga Menuntut Ilmu
Kuli Lebih Bernilai dari Pada Kuliah, Benarkah?
Menjadi kuli bukan berarti serendah menjadi mahasiswa kuliahan. Barangkali ada niatan yang lebih baik dari pada mahasiswa kuliahan yang belum tentu berniat baik untuk dirinya dan keluarganya.
Mereka saya rasa lebih realistis kepada kehidupan mereka untuk memaknai kehidupan, dari pada mahasiswa yang memaknai kehidupan dengan idealisme (wacana saja). Sebab, terkadang tujuan mulia seorang kuli sederhana yaitu untuk membahagiakan kedua orang tua dan membanggakan mereka. Sekalipun secara finansial kita tahu mereka tidak seberuntung Sans yang telah menempuh pendidikan sarjana. Namun, setidaknya mereka lebih mengerti makna kehidupan dari pada kita yang bermain dengan kehidupan.
Tapi, Lagi-lagi semua itu tidak setiap mahasiswa dan kuli berpikiran semacam yang saya katakan. Namun, setidaknya dari pesan tersebut kita bisa mengambil makna bahwa menjadi apapun kita jangan pernah saling menghina dan berpikir sederhana, biarkan mereka menganggap mahasiswa adalah 'pasti sukses' dan kuli 'tidak beruntung' selalu kita telan mentah-mentah, apalagi menjadi beban bagi mahasiswa yang sedang berjuang menuntut ilmu.
Keduanya Sama-sama Bermanfaat dengan Jalannya Masing-masing
Tidak ada yang beruntung dan tidak ada yang bisa kita yakini sukses, karena mereka memilih jalan dengan keadaan hidupnya masing-masing. Namun, bukan berarti tujuan untuk bahagia selamanya mati di dalam otak mereka masing-masing.
Mahasiswa adalah generasi emas bangsa, dan kuli adalah harapan bangsa yang sama-sama wajib untuk disejahterakan. Dari pada dianggap sebagai orang yang berbeda kelas dan status. Untuk itu, jangan ada saling pandang rendah dan berpikir pendek, selama keduanya punya niatan baik. Tugas kita hanya untuk beribadah dan Tuhan lah yang menentukan akhir dari segalanya.
Oke, sekian dari Mimin semoga semua nya pada semangat selalu. Jangan lupa aktifkan notifikasi untuk mendapatkan informasi menarik lainnya hanya di zonamahasiswa.id.
Komentar
0