zonamahasiswa.id - Ketika si Sans menjadi seorang aktivis saat kuliah dulu, ia sempat bercerita bahwa dirinya pernah mengajak adek tingkat dia untuk ikut organisasinya. Gombalan, sok-kritis hingga iming-iming menjadi bagian dari BEM (Badan Eksekutif Kampus) semuanya ia sampaikan dengan diksi-diksi romantis. Hingga akhirnya adik MABA itu (sebut saja si Mawar) masuk ke dalam organisasi si Sans ikuti.
Singkat cerita, 4 bulan berjalan akhirnya Mawar jadian dengan Sans. Lanjut 2 semester berjalan, akhirnya sudah mulai putus si Sans dengan si Mawar.
Belajar dari cerita tersebut apa yang Sobat Zona temukan? Dalam cerita tersebut menunjukkan bahwa si tokoh Sans sebagai seorang senior dan aktivis organisasi mencoba menawarkan niat baiknya untuk masuk organisasi, dan si Mawar diajak untuk bergabung ke dalam organisasi tersebut.
Coba apa yang sering terjadi di dalam lingkungan kehidupan mahasiswa ketika sedang ngobrolin seputar senior dan junior? Tentu, cerita tersebut sering kita temukan seiring dengan siklus kehidupan mahasiswa yang sering berkembang. Apalagi generasi Tiktok yang juga menjadi booming dikalangan mahasiswa, menawarkan pajangan ke-aktivisannya dan juga ke tampanan ala oppa-oppa korengan (menurut para jomblowati).
Jangan terlalu jauh bereksperimen tentang hal itu, lingkungan sekitar Sobat Zona kuliah saja coba temukan tindakan aktivis yang ala-ala kritis dan manis. Menunjukkan bahwa lingkungan mahasiswa masih krisis idealismenya. Tidak seperti waktu jaman 90-an yang dalam sejarah katanya suka kritis dan aktif.
Sekilas Pengertian Aktivis yang Menjamur di Kaum Mahasiswa
Menurut Syaikh KBBI kita, aktivis merupakan orang atau anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, 'mahasiswa' yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam pelaksanaan organisasinya.
Biasanya mahasiswa mengkategorikan seorang aktivis mahasiswa adalah orang yang menyuarakan ideologi mahasiswa, mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak baik, dan memperjuangkan hak-hak dari masyarakat. Mereka berkumpul berorganisasi bukan membahas tentang eksistensi organisasi, melainkan substansi dari pelaksanaan tujuan di dirikannya organisasi.
Terminologi kata aktivis sebenarnya tidak hanya disandang oleh mahasiswa, melainkan juga non-mahasiswa. Layaknya anggota parpol atau organisasi masyarakat lainnya. Namun, kini kita fokus mengupas bagaimana seorang aktivis bagi lingkungan mahasiswa.
Intinya, aktivis adalah terminologi kata yang memiliki banyak pengertian. Tergantung bagaimana Sobat Zona memaknai semua itu.
Fenomena Sosial Mahasiswa dan Gelar Status Aktivis
Fenomena di lingkungan mahasiswa, aktivis merupakan terminologi yang disandangkan lantaran ia aktif dalam beberapa organisasi. Mulai organisasi intra kampus hingga organisasi ekstra kampus. Hingga pada akhirnya gelar tersebut sampai saat ini menjadi status yang tidak terpisahkan.
Selain itu, banyak kita temukan bahwa gelar seorang aktivis juga disandang ketika seorang mahasiswa kelihatan bahwa banyak aktif di organisasi dari pada aktif di perkuliahan. Bahkan, bermacam-macam alasan lainnya, mulai dari yang katanya memperjuangkan buruh hingga memperjuangkan para rakyat Indonesia.
Tapi faktanya, ketika sedang musim mahasiswa baru sebagian mulai menunjukkan mata keranjangnya. Mulai dari cara berpakaian yang kelihatan anak sang-demonstran hingga cara berpikir yang semakin kelihatan kritis. Kutipan kata-kata ilmiah populer bermunculan di mulut mereka, hingga teori dari para tokoh filsuf juga mulai menjadi cauitan.
Usut punya usut, eh akhirnya ia mulai PDKT dan menunjukkan ada maksud tertentu. Emang, sebagian tujuannya benar untuk membesarkan organisasi dan menjaring banyak massa supaya lebih baik kedepan. Tapi, ketika seorang yang katanya 'aktivis mahasiswa' mengajak mahasiswa baru untuk berorganisasi dengan diniatkan PDKT atau maksud lain, pantasnya kita sebut sebagai aktivis apa? Aktivis gorengan atau cilok?
Ya, begitulah terkadang kehidupan. Suka menodai indahnya tujuan suatu gerakan yang yang asalnya baik menjadi tidak baik di mata orang lain. Hingga akhirnya asumsi terhadap kata aktivis mahasiswa menjadi nama yang kehilangan tujuan baiknya.
Kejadian semacam itu memang tidak bisa dipungkiri oleh lingkungan sosial mahasiswa, namun sejatinya tidak selamanya orang yang kita anggap aktivis adalah orang yang seperti itu. Ini hanya untuk mereka yang menyalahgunakan gelar ke aktivisannya untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan tujuan organisasi.
Aktivis Era-digital Menjadi Aktivis Zaman 5.0
Era 4.0 sudah bergema, apalagi isu era 5.0 yang katanya sudah masuk generasi 'Z' yaitu generasi yang terakhir dari abjad bahasa Indonesia. Entahlah, istilah itu bagaimana ceritanya, yang penting generasi saat ini adalah generasi digital.
Berjalannya dunia ini digital juga sudah menjadi bagian dari lingkungan aktivitas mahasiswa. Apalagi merebaknya aplikasi 'Tiktok' yang menjadi candunya anak muda saat ini.
Masalahnya, pernah Mimin temukan di Instagram dan story Whatsapp. Penjaringan massa organisasi mereka sudah mulai menggunakan aplikasi video Tiktok. Mereka menampilkan seorang kader cewek yang cuaantik (menurut Mimin) untuk mengajak calon-calon generasinya.
Pernah tidak berpikir kenapa harus menampilkan semua ajakan harus dengan orang 'cantik' dan 'tampan'? Apaka karena strategi marketing atau hanya menjadi penghias supaya yang mau masuk merasa penasaran karena kecantikan dan ketampanan? Lantas, apakah mengajak untuk bergabung organisasi se-sempit itukah tindakan mereka?
Mari kita berpikir lebih baik lagi, bahwa mengajak untuk berorganisasi bukan berarti harus mengajak dengan cara yang tidak baik dan cara salah. Seperti mengajak untuk tujuan tertentu atau mengajak dengan cara menampilkan sosok 'ketampanan' dan 'kecantikan'. Tapi, ajaklah dengan mengenalkan organisasi, prospek, dan tujuan organisasi yang sesungguhnya.
Mereka bukan untuk diajarkan berorganisasi dengan cara yang keliru, tapi diajarkan cara berorganisasi yang benar-benar menunjang prestasinya. Jangan hanya ajak nongkrong dan ngopi tidak jelas, apalagi diajak MABAR game online bersama. Tapi, ajaklah mereka berdiskusi, membaca buku bersama, hingga dengan berproses mencapai tujuan organisasi dan cita-cita individunya.
Jangan narsis untuk mengajak, tapi jangan sok-kritis apabila tidak siap bertanggung jawab terhadap omongannya. Menjadi aktivis sejati tidak sesederhana itu, melainkan benar-benar membawa jati diri organisasi dengan jalan yang benar. Seperti pendirinya yang berharap baik untuk organisasi mahasiswa kedepan.
Mahasiswa Aktivis Hanya Ingin Narsis Dihadapan Mahasiswa Baru! Apakah Benar Seperti Itu?
Sekian dari Mimin, jangan emosi atau patah hati. Karena ini untuk mereka yang bergelar aktivis hanya untuk narsis dan kepentingan diri sendiri, bukan untuk kepentingan baik dari organisasi. Jangan lupa aktifkan notifikasi untuk meng-update banyak info menarik lainnya hanya di zonamahasiswa.id.
Baca Juga: Mahasiswa Yang Pakai Kacamata Bukan Karena Mata Minus Itu Tujuannya Buat Apa Ya?
Komentar
0