zonamahasiswa.id - Pernyataan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Fathul Wahid baru-baru ini mengundang berbagai reaksi. Dalam unggahan terbarunya di Instagram, Fathul Wahid tegaskan tak ingin lagi dipanggil dengan gelar profesor.
Fathul Wahid juga meminta gelar akademik yang dimilikinya itu tidak lagi disandingkan dengan namanya di berbagai surat atau dokumen resmi di kampus.
"Dengan segala hormat, sebagai upaya desakralisasi jabatan profesor, kepada seluruh sahabat, mulai hari ini mohon jangan panggil saya dengan sebutan "prof." Panggil saja: Fathul, Dik Fathul, Kang Fathul, Mas Fathul, atau Pak Fathul. Insyaallah akan lebih menentramkan dan membahagiakan. Matur nuwun," ungkapnya.
Keputusan itu juga tertuang dalam Surat Edaran Rektor UII Nomor: 2748/Rek/10/SP/VII/2024 kepada pejabat struktural di lingkungan UII yang secara resmi ia tandatangani di Yogyakarta, Kamis.
Fathul mengatakan bahwa langkah tersebut ia tempuh sebagai sebuah gerakan kultural untuk mendesakralisasi jabatan profesor di Indonesia.
"Kalau yang saya lakukan, yang kecil ini diikuti saya akan sangat berbahagia dan kalau ini menjadi gerakan kolektif, banyak, kita mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan profesor sebagai tanggung jawab, amanah akademik. Kita berharap profesi ini menjadi terhormat," ungkapnya, menyadur Antara.
Fathul berharap gelar profesor tidak dianggap sebagai sebuah status sosial yang perlu dikejar-kejar.
"Jadi profesor itu ya tanggung jawab amanah. Tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, dianggap suci, sakral. Saya ingin seperti itu," kata dia.
Dengan beban tanggung jawab yang besar, dia tidak ingin di Indonesia muncul sekelompok orang, termasuk para politisi dan pejabat yang justru memburu jabatan akademik tersebut dengan mengabaikan etika.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa surat edaran peniadaan gelar itu hanya berlaku untuk dirinya dan tidak mewajibkan pejabat struktural lain di lingkungan UII untuk mengikuti langkahnya.
Profil Rektor UII Fathul Wahid
Dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, nama Fathul Wahid tidak asing lagi.
Menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) sejak 2018, Fathul Wahid dikenal sebagai sosok pemimpin yang rendah hati dan berprinsip kuat.
Salah satu hal yang menonjol dari dirinya adalah keengganannya untuk disebut dengan gelar profesornya, meskipun telah meraih gelar akademik tertinggi tersebut.
Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., terpilih menjadi Rektor UII untuk periode 2018-2022, menggantikan Nandang Sutrisno.
Dilansir dari laman resmi UII, diketahui, sebelum menjabat sebagai rektor, ia pernah menjadi Dekan Fakultas Teknologi Industri pada periode 2006-2010, menjadikannya dekan termuda di UII saat itu.
Selain itu, ia juga tercatat sebagai rektor termuda kedua dalam sejarah UII, setelah Abdulkahar Mudzakkir.
Di bawah kepemimpinannya, UII meraih akreditasi unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Keberhasilan ini membuatnya dipercaya kembali menjadi Rektor UII untuk periode kedua, 2022-2026.
Lahir dan besar di Yogyakarta, Fathul Wahid menempuh pendidikan sarjana di bidang Teknik Informatika di UII, kemudian melanjutkan pendidikan magister di bidang Teknik Komputer di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan meraih gelar doktor di bidang Sistem Informasi dari Aalborg University, Denmark.
Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke UII dan mulai mengabdikan diri sebagai dosen serta peneliti.
Karir akademik Fathul Wahid cemerlang. Ia telah menghasilkan berbagai penelitian di bidang sistem informasi dan teknologi, serta memiliki banyak publikasi ilmiah di jurnal-jurnal internasional. Meskipun prestasinya gemilang, Fathul tetap teguh pada prinsip kerendahhatian.
"Saya ingin dikenal sebagai seorang pendidik dan pelayan masyarakat, bukan karena gelar yang saya sandang," ujar Fathul Wahid dalam sebuah wawancara.
Prinsip ini tercermin dalam gaya kepemimpinannya di UII, di mana ia selalu berusaha mendekatkan diri dengan mahasiswa, dosen, dan staf, serta membangun budaya kampus yang inklusif dan kolaboratif.
Di bawah kepemimpinan Fathul, UII terus berkembang dan berinovasi. Ia memimpin berbagai inisiatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di UII.
Fathul juga dikenal aktif dalam berbagai forum nasional dan internasional, berbagi pengalaman dan pandangan tentang pentingnya pendidikan yang berorientasi pada pengembangan karakter dan integritas.
Selain itu, Fathul Wahid juga memiliki perhatian besar terhadap isu-isu sosial dan kemanusiaan.
Ia sering terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, baik melalui kampus maupun secara pribadi, dan selalu mendorong mahasiswa serta rekan-rekannya untuk turut aktif dalam upaya-upaya sosial tersebut.
Keengganannya untuk menggunakan gelar profesornya bukanlah hal yang biasa di dunia akademik, di mana gelar sering kali menjadi simbol prestasi dan status.
Namun, bagi Fathul Wahid, gelar akademik hanyalah sebuah titel, sedangkan yang lebih penting adalah bagaimana seseorang dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan lingkungannya.
Rektor UII Minta Gelarnya Tak Ditulis di Dokumen Kampus, Enggan Dipanggil 'Prof'
Sebagai seorang rektor, pendidik, dan pemimpin yang rendah hati, Fathul Wahid terus menjadi inspirasi bagi banyak orang. Komitmennya terhadap pendidikan, integritas, dan kemanusiaan menjadikan dirinya teladan yang patut dicontoh dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Sobat Zona. Jangan lupa untuk terus mengikuti berita seputar mahasiswa dan dunia perkuliahan, serta aktifkan selalu notifikasinya.
Komentar
0