Pilihan Editor

Kisah Penunggu Gedung PSBJ Unpad Jatinangor

Zahrah Thaybah M 25 Maret 2022 | 19:43:19

zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Seperti biasa Sans bakal menemani malam Jumat kalian dengan menghadirkan cerita horor dari berbagai kampus di Indonesia. Setelah di ITB, kita akan melanjutkan perjalanan ke Universitas Padjajaran (Unpad).

Unpad berdiri pada 11 September 1957 yang berlokasi di Bandung. Nama "Padjajaran" diambil dari nama Kerajaan Sunda yang dipimpin oleh Prabu Siliwangi atau Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja di Pakuan Padjadjaran (1473-1513 M).

Hingga saat ini Unpad berkembang pesat baik dari para pejabat, struktur, maupun bentuk organisasinya. Kampus ini tersebar di beberapa lokasi berbeda, salah satunya Jatinangor. Hal ini demi meningkatkan produktivitas, daya tampung, kualitas lulusan, dan pengembangan sarana/prasarana.

Nggak heran kalau Unpad punya banyak fakultas mulai dari Kedokteran Gigi, Teknik Geologi, Farmasi, MIPA, hingga Hukum. Sedangkan gedung-gedung penunjang perkuliahan pun juga tersebar di sana, seperti LEAD Buildings, Bale Santika Tanginas Waras Bhinekas, Graha Sanusi Hardjadinata, Pusat Studi Bahasa Jepang, dan masih banyak lagi.

Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) merupakan gedung yang terletak di Fakultas Ilmu Budaya Unpad Jatinangor. Gedung bernuansa Jepang ini digunakan oleh mahasiswa Sastra Jepang untuk menempuh studinya.

PSBJ merupakan hibah dari pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 1987. Karena bentuknya unik, maka seringkali jadi spot foto, penyelenggaraan berbagai event, pertunjukan budaya, bedah buku, dan lain sebagainya.

Di balik semua itu, PSBJ juga terkenal dengan berbagai cerita menyeramkan yang dialami oleh para mahasiswanya. Nah, biar Sobat Zona nggak penasaran lagi dengan kisahnya, langsung aja Sans mulai ceritanya. Eh, jangan lupa matikan lampu dan aktifkan mode horornya. Selamat membaca!

"Sudah saya bagi kelompok, silakan masing-masing melaksanakan instruksi yang diberikan!" Dafi, ketua organisasi fakultas berkata dengan lantang.

"Siap kak!" ujar kami semua, lalu segera berpencar menuju lokasi yang sudah ditentukan.

Hari ini memang organisasi fakultas mengadakan kegiatan buat para anggotanya. Kenalin gue Aurel, mahasiswa Sastra Jepang angkatan 2007. Dulu sempat ditentang keluarga masuk jurusan ini mau jadi apa? Tapi gue berhasil ngeyakinin kalau nanti bisa masuk di kedutaan.

Walaupun pesimis bisa nggak ya kira-kira terwujud? Hmm, bodoamat lah mending mikir yang ada dulu. Untungnya di sini ketemu sama Aruna dan Erin. Motivasinya masuk Sastra Jepang biar pas ngewibu nggak nyalain subtitle. Asem dah. Oke lanjut.

Di sini kami ada jerit malam dan kalian tahu nggak lokasinya di PSBJ. Rutenya lumayan sih ngelilingin gedung itu. Tapi, gimana ya sekelompok cuma dua orang dan harus jalan muterin PSBJ. Mulai dari teras depan, perpustakaan, ruangan khusus upacara minum teh, aula, terus balik teras depan lagi.

"Run, sini sama gue. Lu jangan jauh-jauh ya," si Aruna cuma ngangguk lihat kelakuan temannya yang penakut ini.

Coba kalian bayangin, gue amat penakut. Kalau di ruangan gelap bakal nangis kejer dan teriak-teriak. Tapi, buat sekarang bakalan stay cool. Gini juga gue punya malu.

"Rel, lu gapapa? Jangan teriak-teriak kasian kuping gue," Aruna mewanti-wanti. Sia*an nih anak.

Beberapa menit berjalan nggak ada yang aneh. Semua oke aja. Cuma gelap dan penap bikin kepala pusing.

Brukk

"Eh apa tuh?" gue kaget dan langsung noleh ke sumber suara.

"Udah lu liat depan aja nggak usah noleh-noleh. Ntar nabrak benjol," Aruna berusaha mengalihkan perhatian.

Kemudian, selang 15 menit berjalan Aruna kembali mengingatkanku kalau jangan nengok atas. Apapun yang terjadi tetap jalan lurus saja.

"Psstt Rel. Lu kudu nurut sama kata gue. Jangan sekali-sekali ngelawan," katanya sambil berbisik.

"Yang bener aja lu. Nggak usah nakutin deh," gue berdecak kesal ke Aruna. Ia pun hanya mengedikkan bahu.

Deg!!

Gue tiba-tiba saja berhenti. Lalu, teringat kalau cewek di samping gue ini bisa lihat hal yang begituan. Aruna ini tergolong sensitif.

Lantas gue menoleh dan menatapnya horor. Menelan ludah susah payah, gue menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskannya.

"Heh, ngapain dah?" Aruna keheranan melihat gue. Ia dengan cueknya mengambil lilin di tangan gue dan membawanya lanjut berjalan.

"Oh nggak kok hehehe," gue garing banget.

Mungkin Aruna paham kalau gue ketakutan dan sadar kalau dia bisa ngeliat hal begituan.

"Hihihihi,"

ANJ*R Aruna cari mati. Batin gue panik.

Jarak 10 langkah di depan Aruna terkikik seperti melihat sesuatu yang menggelikan.

Srek..srek..srekk suara angin yang menerpa lewat ventilasi semakin menambah kesan mengerikan jerit malam di PSBJ. Gue semakin gemetar dan berlari ke Aruna.

"Rel, lu kalo nggak kuat mending tutup mata aja. Soalnya di depan bakal ada," Aruna tiba-tiba mengatakan sesuatu yang membuat bulu kuduk merinding dan mau pingsan aja.

Kami melewati tikungan dan tangga-tangga di pojokan. Hingga di depan sana melihat sesuatu asing.

Gue memicingkan mata sambil meremas tangan Aruna yang sedari tadi berada di genggaman.

AAAAAAAAKKKKHHHH

"Run, Run, i-i-itu apaaaa?" sumpah demi apapun jantung gue kayak mau lompat.

Wusshhh..dep. Mata gue melotot dan semakin kaget ketika lilin di genggaman Aruna mati. Sedangkan, rute jerit malam ini masih panjang.

Setelah itu, Aruna menarik tangan gue untuk melanjutkan perjalanan. Bisa bahaya kalau berlama-lama di sana.

Namun, seketikan pandangan gue menajam mendapati sesosok hitam, posisinya telungkup.

"R-run...Runa..." badan gue gemetar. Aruna hanya membekap mulut gue dan menyuruh tenang.

"Lu kalo diem nggak bakalan ngeganggu. Sekarang pura-pura nggak liat apapun," katanya lirih.

HIHIHIHIHIHI...HIHIHIHIHIHIHIHIHI

Suara perempuan terkikik terdengar jelas di keheningan Gedung PSBJ.

"Permisi," kata Aruna seraya melewati sosok tersebut.

JRENGGG

Tepat di ujung tangga sana ada bayangan tinggi besar dan sedang melihat ke arah kami.

"AAAAAA LARIIIIIII," teriak gue menggelegar. Masa bodoh dengan Aruna yang berada di belakang. Toh cewek itu pasti sering melihat hal yang seperti itu.

Akan tetapi, bukannya segera keluar gedung, gue malah tersesat. Nggak kelihatan sama sekali pintu berada di mana. Lilin yang kian mengecil membuat pencahayaan redup.

Gue menangis. Capek, bener-bener nggak kuat untuk sekadar melangkahkan kaki. Dari belakang gue merasa ada yang menyentuh pundak dan perlahan menoleh...

Aruna!!!

Gila! Ini benar-benar gila! Acara macam apa yang kami ikuti ini?

Di belakang Aruna masih terlihat sebuah bayangan mengerikan itu dan terlihat seperti akan mencekiknya.

Sontak gue langsung menyerat Aruna untuk lari dari tempat terkutuk itu. Nafas sudah seperti putus-putus, kepala makin pusing dan badan nggak tahu lagi gimana rasanya.

"Rel..Rell...sadar," Aruna menepuk pipi gue untuk tetap menyadarkan. Karena, rasanya mau pingsan dan nggak kuat lagi.

"Run...t-t-tolong..tolongg..minum.." kata gue lemas.

Namun, Aruna menggelengkan kepala tanda sama sekali nggak membawa air putih. Lalu, gue menangis tersedu-sedu ingin rasanya menyerah. Kenapa PSBJ ini seperti labirin. Di mana pintu keluar?

"Run..g-gue.." tak sanggup melanjutkan kata-kata karena kini terlihat wajah seorang nenek tua nemplok di jendela perpustakaan PSBJ. Mengerikan itulah satu hal yang mampu gue gambarkan.

"AUREEELLL...." teriak Aruna sebelum aku jatuh tak sadarkan diri, cepat-cepat mengajakku berlari keluar PSBJ.

Akhirnya setelah berhasil keluar Aruna mengatakan kepadaku jika sosok nenek, sosok hitam telungkup dan bayangan misterius tadi adalah penunggu Gedung PSBJ. Ternyata sebelum mereka, sudah banyak mahasiswa yang melihat penampakan tersebut.

Kisah Penunggu Gedung PSBJ Unpad Jatinangor

Sobat Zona, cerita ini menjadi salah satu urban legend Unpad di Gedung PSBJ. Entah benar atau tidak cerita tersebut, kembali ke masing-masing individu.

Wah, selesai sudah kisah penunggu Gedung PSBJ. Kali ini Sans mau melanjutkan perjalanan ke kampus mana ya untuk diceritakan kisah horornya? Tulis komentarmu di bawah ya.

Baca Juga: Merinding! Sosok Penghuni Lantai Terlarang di Kampus Binus Jakarta

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150