Pilihan Editor

Kisah Horor Suara Tangisan Hantu Anak Kecil di Ruang Lukis Unesa

Nisrina Salsabila 01 Februari 2022 | 19:26:04

zonamahasiswa.id - Halo, Sobat Zona. Gimana kabarnya hari ini? Semoga baik dan sehat selalu ya. Sans balik lagi nih dengan cerita-cerita horor yang bikin kalian penasaran. Kali ini Sans akan membawa kalian ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Sejarah perguruan tinggi ini tak bisa dipisahkan dari IKIP Surabaya sekitar tahun 1950. Perguruan tinggi ini pun berdiri pada 19 Desember 1964. Sejatinya, kampus ini memiliki banyak kisah menarik tentang dinamika perkuliahan hingga terselip cerita horor yang turut mewarnai kehidupan mahasiswa. Salah satunya adalah kisah horor yang ada di ruang lukis Unesa.

Nah, biar Sobat Zona nggak penasaran dengan kisah horor tangisan hantu di ruang lukis Unesa. Yuk, Sans mulai ceritanya. Eh, sebelum itu jangan lupa untuk matikan lampu dan aktifkan mode horornya supaya lebih seru! Selamat membaca.

Sebagai mahasiswa jurusan Seni, Jessi sering sendirian di ruang lukis. Bukan soal dirinya yang terlalu rajin, tapi memang ia ingin segera menyelesaikan tugasnya. Apalagi kalau bukan persoalan lukis-melukis.

Jessi yang merupakan tipe orang tertutup alias introvert memang selalu sendirian kemanapun. Nggak heran, jika ia betah sendirian berada di ruang lukis itu. Padahal, ia sempat mendengar cerita legendaris yang mengatakan bahwa ruang tersebut banyak penunggunya, suram, atau apalah itu.

Jelasnya, Jessi nggak mau tahu persoalan tentang hantu yang menempati ruangan tersebut. Sebab, dirinya sangat yakin bahwa hantu itu nggak ada, bahkan nggak pernah ada.

Seperti biasa, setelah mengikuti kelas Jessi pun bergegas menuju Gedung T3 ruang lukis. Tepatnya pukul 3 sore ia segera menuju tempat tersebut bersama seorang temannya bernama Dian.

Setelah sampai, Jessi sedikit terkejut bahwa di ruangan tersebut kosong sama sekali nggak ada mahasiswa lain selain mereka berdua. Padahal, biasanya masih banyak mahasiswa yang menyelesaikan tugas lukisnya di sana.

"Tumben ruangan iki kosong, biasane rame jam segini," batinnya.

Jessi yang masih berada di ambang pintu, sontak kaget dengan tepukan Dian yang mendarat di bahunya.

"He tambah ngelamun, yok ndang ngerjain cek cepet pulang," ujar Dian seraya tangannya masih bertengger dipundak Jessi.

Sementara, Jessi yang kaget hanya plonga plongo menganggukkan kepala pada temannya. Mereka pun mengambil kursi dan menata peralatan lukisnya, mulai dari kanvas hingga cat yang diperlukan.

Posisi duduk Dian berada di pojok dekat dengan jendela, sedangkan Jessi berada di tengah-tengah ruangan. Suasana mendadak hening, ketika mereka berdua mulai fokus dengan pekerjaan masing-masing.

Hingga Jessi akhirnya nggak sadar jika dirinya satu-satunya yang berada di ruangan tersebut. Kurang lebih pukul 6 sore, Dian sudah selesai melukis dan mengemasi barangnya. Ia berniat memberitahu Jessi untuk berpamitan, namun temannya itu nggak merespon karena sedang memakai headset.

"Jes tak pulang duluan yo, wes dicariin ortu," ucap Dian sembari membereskan peralatan lukis miliknya.

Dari belakang Jessi terlihat mengangguk mengiyakan, padahal temannya itu sedang terlarut menikmati alunan musik. Melihat hal itu, Dian pun akhirnya meninggalkan ruangan. Anehnya, Jessi sama sekali nggak sadar jika temannya itu menenteng tes melintas di depannya.

Entah karena terlarut dengan lukisan atau apa, Jessi memang sama sekali nggak memerhatikan sekitarnya. Ia terlalu fokus dengan lukisan di depannya. Sebab, lukisan tersebut merupakan tugas UAS yang bakal dikumpulkan dua hari lagi.

Makanya, mendadak ia menjadi cuek dengan sekitarnya. Bahkan, sampai Jessi pun nggak mengetahui bahwa dirinya telah berada di ruangan tersebut sampai jam 8 malam.

Kruyuk..

Bunyi perut Jessi yang saling bersautan membuat dirinya tersadar. Ia sedikit terkejut saat melihat sekelilingnya nggak ada orang sama sekali. Lantas, Jessi pun segera mengambil ponselnya.

Tut Tut..

"Waduh, Dian nang ndi nggak iso dihubungi," gerutunya.

Tiga kali ia menelepon temannya itu, tapi sama sekali nggak ada jawaban. Karena perut yang sudah nggak tahan ingin segera makan, akhirnya Jessi pun keluar sejenak untuk membeli makanan.

Awalnya, ia ingin makan berat seperti nasi goreng. Namun, cuma ada makanan ringan saja yang tersisa. Ia pun terpaksa hanya memakan sepotong donat yang tersisa di kantin.

Sembari memakan cemilannya, pikiran Jessi menerawang jauh entah kemana. Ia sejenak melamun memikirkan lukisannya yang belum selesai, ya bisa dibilang progres-nya saat ini masih 50 persen.

Nggak ingin berlama-lama di sana, Jessi pun kembali ke ruang lukis. Saat menuju ruangan tersebut, ia sedikit melirik memperhatikan keadaan sekitarnya yang makin sepi. Maklum saja, sekarang sudah pukul 9 malam dan Jessi masih berkeliaran di kampus demi tugasnya.

Meskipun dalam suasana yang sepi seperti itu, Jessi sama sekali nggak takut akan cerita mistis yang menyelimuti ruang lukis tersebut. Nggak berselang lama, ia kembali melanjutkan lukisan di depannya.

Dengan santai, Jessi sedikit menyanyikan lagu kesukaannya yakni dari boyband Korea andalannya.

Bogo shipda..

Bogo shipda..

Tiba-tiba..

CETAK!

Jessi menoleh ke arah belakangnya, nggak ada angin apapun palet di meja sana terjatuh mengangetkan dirinya.

"Anj*r!" umpat Jessi.

Ia hanya mengumpat kesal, namun sama sekali acuh dengan siapa yang menjatuhkan palet tersebut. Jessi kembali menyapukan kuasnya di kanvas, sembari mendengarkan lagu kesukaannya.

Tak berselang lama, samar-samar terdengar suara jeritan wanita.

Aakkkhhh...

"Haduh arek-arek iki wes bengi sek jerat-jerit ae," gumamnya.

Jessi mengira suara jeritan itu berasal dari salah satu mahasiswa yang sedang bergurau di luar ruangan. Padahal, jam sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam. Ia sedikit terheran dengan suara jeritan itu.

Tanpa pikir panjang, ia tetap mengoleskan kuasnya sedikit demi sedikit. Suasana yang makin sepi makin mencekam, membuat dirinya sedikit merinding.

Ia sedikit melirik kanan kirinya memastikan nggak ada apapun yang bakal mengganggu konsentrasinya lagi. Tapi, baru saja Jessi tenang karna suasana yang sepi, ia malah dikagetkan dengan suara tangisan anak kecil.

Huhuhuu...

Suara tangisan bocah kecil semakin menjadi-jadi di telinganya. Jessi bolak balik menoleh ke sekitarnya mencari sumber suara tapi nihil, nggak ada anak kecil di sana. Sampai ia berdiri mencari ke setiap sudut ruangan.

"Astaga jam nyamene ono suarane bocah nangis, khayal nemen," gumam Jessi yang masih tak terkecoh meskipun ia sedikit merinding.

Jessi kembali duduk menyapukan kuasnya. Entah kebetulan atau nggak, tiba-tiba kuasnya terjatuh ke lantai.

TAK..

Sontak, suara itu memecah keheningan di sana. Jessi menunduk mengambil kuasnya yang jatuh di bawah kanvas. Tiba-tiba saja entah datang dari mana, ada seorang anak kecil yang sedang berdiri di depannya.

Merinding!

Itu yang dirasakan Jessi saat ini, ia takut untuk mendongakkan kepalanya. Bukan hanya anak kecil saja, di samping anak kecil itu berdiri pula seseorang. Jessi yang masih menunduk memejamkan matanya, berharap sosok itu menghilang dari hadapannya.

Jessi tahu kalau itu sosok penunggu di sana atau mungkin khayalannya belaka karena terlalu takut sendirian di sana. Beberapa detik kemudian, ia memberanikan diri membuka mata.

Perlahan, ia mengintip membuka matanya. Nggak terlihat lagi sosok hantu itu. Jessi pun mendongakkan kepalanya dan berniat melanjutkan kegiatan melukisnya.

Namun, tiba-tiba...

AAKKKHHHHHH!!!

Jessi berteriak dengan kencangnya saat melihat dua sosok penunggu itu berjalan di depannya. Makin mendekat hingga sosok wanita yang memegang tangan anak kecil itu menoleh ke arahnya dan..

Deg!

Sosok wanita itu tersenyum lebar hingga mulutnya melebar sampai ke telinga. Badan Jessi gemetar hebat sampai dirinya pun akhirnya jatuh pingsan di ruangan itu.

Keesokan harinya, Jessi masih tergeletak pingsan di tempat yang sama. Ia ditemukan oleh seorang office boy yang akan membersihkan ruangan itu.

Lantas, pria itu membangunkan Jessi dan tanpa mengucap sepatah kata ia langsung cabut meninggalkan ruangan. Jessi berlari dengan kencangnya meninggalkan lukisan yang masih di ruangan itu. Sesampainya di rumah, ia menelepon Dian menceritakan pengalaman horornya semalam.

Sampai saat itu, Jessi nggak pernah lagi melukis sendirian di tempat tersebut. Ia merasa kapok dengan kejadian yang menimpanya. Hingga akhirnya, cerita ini pun menyebar luas di setiap sudut kampus dan menjadi omongan banyak mahasiswa.

Kisah Horor Suara Tangisan Hantu Anak Kecil di Ruang Lukis Unesa

Hmm, entah ada yang percaya atau nggak dengan cerita di atas. Bagaimana menurut Sobat Zona, pernah mengalami kejadian serupa seperti Jessi? Kalau ada, boleh nih sharing sama Sans tentang cerita horor yang ada di kampus kalian. Yuk, tulis di kolom komentar. Sampai jumpa.

Baca Juga: Misteri Hantu Tanpa Kepala di Untag Surabaya

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150