Horor

Jangan Sampai Pulang Malam! PKL di Kantor yang Jadi Sarang Hantu Korban Tragedi 98

Muhammad Fatich Nur Fadli 23 April 2024 | 16:47:04

Zona Mahasiswa - PKL kerap kali menjadi hal yang tak luput seru untuk diceritakan, karena mungkin, sebagai mahasiswa momen tersebut menjadi ajang untuk mempraktikkan ilmu-ilmu yang di dapat di bangku kuliah

Tapi apa jadinya, jika tempat dimana kamu PKL tersebut, pernah menjadi saksi tragedi kerusuhan yang pastinya banyak korban tewas di tempat tersebut.

Kali ini kita akan jalan-jalan ke salah satu wilayah di Kota Jakarta, tepatnya di sekitar terjadinya kerusuhan di bulan Mei 1998  

Kerusuhan Mei 1998  

Pada tanggal 12 Mei 1998, suasana Jakarta tengah terasa tegang. Ribuan mahasiswa dari Universitas Trisakti berkumpul di dalam kampus mereka untuk menggelar aksi damai. Mereka ingin menuju gedung MPR atau DPR untuk menyuarakan aspirasi mereka. Namun, sebelum mereka sampai ke sana, polisi sudah menghadang mereka di depan kantor Walikota Jakarta Barat.

Meskipun terjadi ketegangan awal, namun melalui perundingan antara polisi dan para mahasiswa, kesepakatan pun dicapai. Mahasiswa sepakat untuk tidak melanjutkan aksi unjuk rasa mereka ke MPR atau DPR. Mereka kemudian kembali ke depan kantor walikota untuk melanjutkan aksi damai mereka.

Namun, pada pukul 16.30, suasana tiba-tiba berubah. Polisi mulai memasang garis polisi dan meminta mahasiswa untuk memberi jarak. Tanpa ada tanda-tanda ketegangan, mahasiswa membubarkan diri dengan tertib. Namun, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah belakang mereka.

Dalam kepanikan, para mahasiswa berusaha menyelamatkan diri. Mereka berlarian dan bersembunyi di dalam gedung-gedung kampus, sementara polisi masih terus menembak. Gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus, membuat situasi semakin mencekam.

Eits disclaimer dulu nih, di sini aku enggak akan bahas panjang soal tragedi ini. Karena yang bakalan aku ceritain kali ini adalah “Kisah Ngeri PKL di Tempat Horor Bekas Kerusuhan 98”

Di sebuah kafe di Jakarta, Soni duduk bersama dua temannya, Budi dan Jack. Mereka adalah mahasiswa jurusan IT yang tengah mencari magang sebagai syarat kelulusan. Sambil menyeruput kopi, mereka berdiskusi tentang tempat magang yang akan mereka pilih.

"Son, kantor kakakmu dimana ya? Jadi kan, minggu depan kan kita mulai magang di sana?," tanya Jack.

"Di Jakarta Pusat. Gak terlalu jauh sih, masuknya juga jam 9 pagi, jadi seharusnya aman," jawab Soni.

"Masuknya susah enggak, dan biayanya bagaimana?" tanya Budi. 

Ya, namanya juga mahasiswa, mereka bertiga ini kondisi finansialnya memang pas-pasan.

Jack mulai khawatir, tetapi Soni menjelaskan dengan tenang, "Jangan khawatir, kakak gua yang akan membantu. Dia yang akan jamin kita, dan soal biaya, kita bisa atur."

Mendengar penjelasan itu, Jack merasa lega. Mereka bertiga ini emang terkenal sebagai trio yang kompak. Mulai dari tinggal bersama, memiliki jurusan yang sama, dan sekarang akan magang bersama. 

Namun, tanpa mereka sadari, kejadian horor mulai mengintai mereka di balik pintu kantor magang yang besar itu.

Sepekan kemudian, mereka berkumpul di sebuah ruko yang besar, terletak di sudut jalan. Dari luar, terlihat bahwa ruko tersebut merupakan gabungan dari dua bangunan yang digabung menjadi satu. 

"Wow, keren juga ya kantornya," kata Budi.

"Iya sih, tapi lihat deh, ruko-ruko lainnya kelihatan lusuh banget. Suasana di sini agak aneh deh," tambah Jack, menunjukkan ruko-ruko sekitarnya yang terlihat kosong dan terbengkalai.

Mereka kemudian beranjak masuk ke dalam kantor yang sudah ditunggu oleh Pak Andre, supervisor mereka. Di dalam kantor tersebut, terdapat 20 karyawan, dengan hanya tiga di antaranya bekerja di bagian IT. 

Pak Andre bertugas sebagai supervisor, Mbak Umi bekerja di bagian database, dan Mas Bambang di bagian IT support.

Meskipun sudah memiliki tugas masing-masing sebagai mahasiswa yang PKL di tempat tersebut, mereka seringkali diminta untuk melakukan pekerjaan di luar job desk mereka. 

Contohnya, jika ada mesin fotokopi rusak, mereka diminta untuk memperbaikinya. Meskipun terkadang terasa tidak sesuai dengan pekerjaan utama mereka, mereka tetap melakukannya dengan baik.

Soni dan teman-temannya mulai mempelajari sistem yang ada di perusahaan tersebut, dengan harapan bahwa mereka dapat membantu jika dibutuhkan. 

Mereka sadar tuh, bahwa di luar sana masih banyak orang yang menganggur, sehingga mereka merasa bersyukur bisa mendapatkan tempat di sana dan punya kesempatan untuk belajar di tempat tersebut.

Suasana pagi di kantor terasa amat sunyi, terutama karena kantornya berada di area yang jarang dilalui orang. Soni, sambil mendengarkan arahan dari supervisor, memperhatikan sekeliling dengan cermat. Tiba-tiba, seorang wanita terlihat berlari-lari ke arah kantor, tampaknya dalam keadaan tidak sehat.

"Dia kenapa tuh?" gumam Soni, melongok dari jendela.

Wanita itu terlihat muntah-muntah, dan tidak lama kemudian, seseorang mengikutinya dari belakang. Soni yang penasaran pun mencoba menangkap suara obrolan mereka, di mana supervisor menyampaikan bahwa di kantor itu tidak ada sistem lembur.

"Jangan sampai pulang lewat jam 5 sore, apalagi sampai maghrib. Kalian tahu sendiri, di sini tidak ada sistem lembur," ujar supervisor dengan tegas.

Karena penasaran, Ari memutuskan untuk naik ke lantai dua. Namun, saat melangkah naik tangga, dia mencium bau yang aneh. Meskipun demikian, dia tetap melanjutkan perjalanan. Namun, saat tiba di atas, dia tidak menemukan wanita yang tadi terlihat muntah-muntah.

Ketika waktu pulang tiba, semua karyawan berangkat meninggalkan kantor. Soni, mulai bertanya-tanya tuh mengapa tidak ada jam lembur di tempat tersebut.

"Kayaknya aneh ya, nggak seperti kantor lainnya," gumamnya.

Setelah makan mie ayam di warung seberang kantor, mereka bertiga kembali ke kantor untuk mengambil motor mereka yang terparkir di halaman. 

Namun, ketika tiba di kantor, mereka melihat bahwa semua lampu telah padam. Tanpa ada satupun petugas keamanan, mereka pun mulai merasa curiga.

"Padahal masih jam segini, kok udah dimatiin lampunya yak?" tanya Jack.

Ketika Soni melihat ke arah lantai dua, dia tanpa sengaja melihat sosok hitam yang misterius duduk di atas balkon, dengan kulit yang dipenuhi luka-luka. Sosok itu tersenyum menakutkan, Soni langsung terdiam dan bergegas untuk mengajak teman temannya pulang.

"Dah, kita pulang aja," ucap Soni, ketakutan.

Namun, ketika mereka meninggalkan kantor, Soni mencoba menoleh ke atas lagi, sosok misterius itu ternyata sudah menghilang. 

Sejak malam itu, Soni merasa terganggu, mempertanyakan apa yang sebenarnya dia lihat. Dan itulah awal dari serangkaian kejadian horor yang menakutkan di kantor tempat mereka PKL.

Ruang Kantor yang terasa Berbeda

Setelah pengalaman horor yang menimpa Soni, giliran Budi yang mengalami kejadian aneh di kantor. Ketika Jack dan Budi tengah sibuk dengan tugas mereka di kantor, Soni ditugaskan untuk memeriksa sparepart komputer di luar perusahaan.

Nah, apesnya si Budi malah ketiduran tuh karena kelelahan, Budi terbangun karena mendengar suara gaduh di luar ruangan. Segera dia menyadari bahwa

langit sudah gelap, padahal dia ngiranya masih siang. Tiba-tiba, terdengar suara-suara aneh dari ruangan admin, membuatnya penasaran.

"Lah, jam segini masih ada karyawan di sini?" gumamnya dalam hati.

Namun, ketika dia memasuki ruangan admin, Budi terkejut bukan main. Di sana, bukanlah karyawan yang dia temui, melainkan sosok-sosok menyeramkan. 

Ada pria dengan setengah wajahnya terlihat tulang belulang, makhluk kerdil bertangan panjang, dan bahkan setengah tubuh pria yang hanya berjalan dengan satu kaki.

Budi gemetar ketakutan, dan tanpa berpikir panjang, dia langsung melarikan diri meninggalkan kantor. 

Setelah dia sampai bawah, dia baru sadar tuh kalau kuncinya masih ada di atas, dia nggak berani tuh buat kembali ke atas sendirian. 

Sambil berusaha menenangkan diri, Budi mulai mencari security di pos depan.

"Lah kok baru pulang mas, sudah lama kantor dimatiin lampunya. Kuncinya ada di lantai satu, saya nggak berani mas buat naik ke atas," jelas Pak Sulis, security yang berjaga di pos depan.

Budi pun terkejut mendengar penjelasan Pak Sulis. 

"Tapi, kok bisa ya nggak ada yang bangunin saya?" ujarnya heran.

"Jadi gini mas, pernah ada tuh karyawan yang cerita, setiap pulang maghrib, dia selaku ngerasa ada 'sesuatu' di sini. Katanya warga, mereka itu hantu akibat dari tragedi '98," terang Pak Sulis.

Semakin merinding setelah mendengar cerita dari Pak Sulis, Budi pun memutuskan untuk pulang naik Ojol. 

Malam itu, dia benar-benar dilanda ketakutan yang begitu mendalam hingga tidak berani menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya. Menunggu waktu yang tepat, dia akan berbagi kisah horornya tersebut.

Sesajen Negosiasi

Setelah kejadian horor yang dialami oleh Budi, mereka bertiga kembali ke kantor pada pagi harinya. Namun, Jack masih tidak percaya dengan cerita mereka.

"Pak Andre menaruh sesajen? Hah, mustahil ada yang kayak gituan di kantor kita," komentar Jack dengan nada skeptis.

Beberapa hari berlalu, mereka mulai mendengar cerita horor dari rekan kerja lainnya, termasuk Pak Andre. Awalnya Pak Andre tidak percaya akan hal tersebut, tapi setelah mengalami kejadian sendiri, dia pun mulai percaya dengan adanya kehadiran ‘mereka’.

Cerita horor Pak Andre ini bermula dari hilangnya seorang OB kantor yang kemudian ditemukan di dalam lemari dekat tangga. OB tersebut sangat memilukan saat ditemukan sehingga membuat Pak Andre makin takut dengan hal-hal seperti itu di kantot ini.

Setelah dirawat, OB tersebut menceritakan bahwa dia disembunyikan oleh sosok hitam yang berada di tangga. Dia tidak diperbolehkan keluar dari lemari dan bahkan tidak bisa bicara. 

Sampai datanglah ‘Orang Pintar’ yang katanya melakukan kesepakatan dengan mahluk tersebut untuk meletakkan dua sajen sebagai ganti.

"Ternyata bisa negosiasi sama hantu ya," komentar Jack dengan candaan.

Saat mereka berbagi pengalaman, Jack yang merasa tidak percaya dengan hal tersebut memutuskan untuk pulang.

Karena kurang hati-hati, Jack tanpa sengaja menendang sesajen yang barusan di taruh Pak Andre di kantor, dan saat dia pulang, dia merasakan bau yang tidak wajar di tubuhnya. 

“Kok kayak bau nanah ya?” ujar Jack

Ketika selesai dari mandi, dia sangat terkejut melihat sosok wanita dengan luka mengerikan di wajahnya, ada di kamar tidurnya. 

Jack pun langsung panik dan berlari ke kamar orang tuanya.

Mereka bertiga semakin penasaran dengan kejadian horor yang terjadi di kantor tersebut. Hingga suatu hari, ketika mereka sedang menghadiri ulang tahun sepupu Soni, mereka bertemu dengan Wildan, mantan pegawai kantor itu yang juga mengetahui tentang kisah horor disana.

Wildan mengungkapkan bahwa saat bekerja di kantor tersebut memang benar banyak kejadian kejadian horor, dan dia menyarankan mereka untuk bertanya kepada Pak Samiaji, seseorang yang pernah lebih lama menjadi pegawai di kantor tersebut. 

Saat ditemui, Pak Samiaji kemudian menceritakan pengalamannya di kantor tersebut, yang pada tahun 90-an, ruko tempat kantor mereka berada adalah salah satu yang paling parah terkena dampak kerusuhan tahun 98. 

Beliau bahkan diminta untuk mengecek keadaan ruko setelah kerusuhan, dan dia menemukan fakta mengerikan bahwa ruko tersebut digunakan untuk menumpuk mayat yang terbakar.

Mendengar cerita Pak Samiaji membuat Soni, Budi, dan Jack semakin merasa ngeri. Mereka semakin parno dan mulai menyesal, bagaimana mungkin mereka bisa magang di tempat yang menyimpan sejarah kelam seperti itu. 

Meskipun demikian, mereka berhasil menyelesaikan magang mereka dengan baik, menunjukkan kekuatan dan tanggung jawab mereka. 

Namun, ketika mereka mendengar bahwa kantor itu akan pindah ke tempat yang lebih layak, mereka merasa lega bahwa mereka tidak perlu lagi ada orang yang berurusan mahluk-mahluk di kantor tersebut.

Jangan Sampai Pulang Malam! PKL di Kantor yang Jadi Sarang Hantu Korban Tragedi 98

Nah Sobat Zona, itulah kisah horor PKL di Tempat Horor Bekas Kerusuhan 98. Entah ada yang percaya atau tidak dengan cerita cerita ini. 

Barangkali ada yang pernah mengalami kejadian serupa? Kalau ada, jangan lupa tulis di kolom komentar ya. Sampai jumpa.

Share:
Tautan berhasil tersalin

Komentar

0

0/150